April, 2014.
Pria:
Halo Wanita, apa kabar? Sudah lama sekali kita tidak berbincang
Wanita:
Hai Pria! Baik kabarku di sini. Ku harap kabarmu di sana tak kalah baiknya
denganku.
Pria:
Iya, ragaku baik di sini. Mungkin lebih baik daripadamu dengan melihat segala
kesibukanmu sekarang yang seakan tak punya waktu untuk memanjakan diri.
Wanita:
Haha tak separah itu.
Pria:
Tapi hatiku tidak.
Wanita:
Ohya…
Pria:
Tidakkah kau tanyakan penyebabnya padaku? Atau jangan-jangan kau sudah
mengetahuinya
Wanita:
Tiada hakku lagi mengetahui segala urusanmu.
Pria:
Ini bukan hanya tentangku…
Wanita:
….
Pria:
Ini tentang kita.
Wanita:
Aku rasa sudah ku hapuskan kosakata ‘kita’ untuk aku dan kamu.
Pria:
Jangan begitu. Segitu mudahnya kah kau melupakanku?
Wanita:
Ah kau salah menilaiku. Tiada seujung kuku pun aku melupakan kamu. Aku masih
ingat nama panjangmu, tanggal ulang tahunmu dan juga kesukaanmu.
Pria:
Lalu kenapa kamu tinggalkanku?
Wanita:
Adakah hal lain yang lebih penting yang bisa kita perbincangkan? Aku lelah,
sesuai katamu, sedikit waktuku untuk bermanja diri.
Pria:
Aku hanya belum bisa melupakan kamu dan kita wahai wanita.
Wanita:
Sudah ku bilang sebelumnya, wahai pria. Tiada hakku lagi mengurus urusanmu. Aku
sudah menghapus kata ‘kita’ antara aku dan kamu dalam kosakata hidupku. Aku
kira kamu sudah melakukannya juga. Tolong, jangan persulit hidupku. Kau sendiri
yang dahulu berkata bahwa kau bahagia melihatku kini bahagia dengannya. Jangan
kau buat hatiku merasa bersalah denganmu. Ada hati lainnya yang butuh aku jaga.
Bukan hatimu lagi. Mengertilah.
Pria:
Sadarkah kamu dengan apa yang dahulu kita bangun bersama. Kita memulainya dari
nol hingga saat itu. Aku tau tak sedikit salah yang ku perbuat padamu. Tapi
kamu pasti mengetahui seberapa besar rasa yang aku simpan untukmu. Mengapa kau
dengan mudah melepaskan ketika diri ini sudah semakin tak terpisahkan. Bisakah
kau ingat 26 bulan kebersamaan kita saat itu yang penuh canda walau tak sedikit
pula berhiaskan tangisan. Itu indah bukan? Sadarkah engkau?
Wanita:
Wahai pria yang paling bijaksana, bukan maksudku untuk meninggalkanmu kala itu.
Bukankah itu berawal dengan segala diam yang berujung kelelahan aku dan kamu
bersama? Lalu, siapakah yang bersalah di sini? Kamu dan juga aku yang salah.
Tapi bisa juga bukan aku ataupun kamu yang bersalah. Mungkin memang bukan nama
akulah yang dituliskan untukmu. Begitupun dengan aku, mungkin bukan namamu yang
dituliskan untuk bersamaku. Sudahlah, aku mohon. Jangan kau siksa dirimu
sendiri dengan memikirkan hal-hal seperti ini. Umurmu tak muda lagi, wahai
pria. Umur mapanmu siap menjemput wanita beruntung di luar sana untuk bahagia
bersamamu. Seperti jiwaku di sini yang sudah diikatkan pada jiwa lainnya atas
izin Yang Maha Kuasa. Perlu kau ketahui juga wahai pria, rasaku sekarang ini
pada seseorang yang bersamaku sekarang sangat berbeda, bukan seperti rasa-rasa
dengan yang sebelumnya. Aku yakin. Bahkan lebih yakin daripada bersamamu 26
bulan. Mengertilah.
Pria:
Kau ucapkan itu kepadaku sudah lebih dari ratusan kali selama 8 bulan terakhir
ini. Tak bosankah kau mengucapkan hal-hal yang terus menyakitiku? Aku hanya
ingin sedikit saja kau menengok padaku bukan sebagai masa lalumu, tapi
melihatku dengan kekinianku. Aku yang kini terus tumbuh walau dengan segala
rasa sakit yang menyiksa. Aku yang kini terus berusaha berkembang mengacuhkan
segala sesak di dada. Tapi kau ini sungguh keterlaluan. Bayangmu terus
membayangiku. Tak bisakah kau berhenti menghalangiku? Diri ini terus
merindukanmu.
Wanita:
Salahmu sendiri yang terus menghadirkanku di setiap langkah hidupmu. Pernah kau
bercermin dan melihat betapa kuatnya dirimu tanpa aku? Kau bisa berdiri dan
berjalan dengan gagahnya sekarang meski tiadaku di sisimu. Sadarkah kamu?
Sudahlah, jangan siksa dirimu lagi, wahai pria. Aku tak bisa berbuat atas
kerinduanmu itu. Sungguh, itu bukan salahku. Hmm baiklah, aku akan minta maaf
karena aku terus menghantuimu, kalau memang kau butuh salahku. Hanya kamu dan
hatimu yang bisa mengembalikan semua menjadi baik-baik saja. Yakinlah, kamu
bisa. Aku di sini tak dapat lagi menyebut namamu dalam doaku setiap setelah
solat. Maafkan karena ada nama lain yang kini harus terus ku ucapkan demi masa
depanku dengannya. Tapi aku di sini berharap, kau terus dijaga oleh-Nya di
dalam penantianmu itu. Semoga pula kau dapat menyembuhkan segala sakit yang kau rasa sekarang. Memintalah pada-Nya,
karena hanya Ia yang Maha Mengetahui atas segala rahasia setiap ummat-Nya.
Berhentilah meninggalkan solat, rajinlah kau kini menyebut nama-Nya dan membaca
kitab-Nya, seperti pria yang bersamaku kini. Aku sangat mengaguminya. Perempuan
akan sangat mengagumi pria seperti itu wahai pria.
Wanita:
Assalamualaikum…
Pria:
Sadarkah engkau berapa banyak goresan yang engkau hasilkan di dalam hatiku?
Setiap kali kau lukai hati ini, semakin nyata juga semua bayangan kenangan
kita. Aku tidak tau kenapa Ia mengujiku sejahat ini. Aku sungguh tersiksa di
sini. Aku rindu setiap kali ku membuka mata di setiap pagi dan hanya namamu
yang ku ingat tiap aku ingin menutup mata di malam hari. Tak pernahkah kau
sadar seberapa sering namamu ku sebut dalam doaku? Meski sekarang kau tak lagi
menolehkan wajahmu padaku, tapi aku di sini masih menantimu dengan rasa yang
masih sama. Aku harap kau mengerti. Kalau memang Tuhan telah menyediakan wanita
lainnya untukku, kenapa setiap hari rasa rindu ini semakin bertambah. Bantu aku
untuk melupakanmu. Bantu aku, untuk bertemumu dan merasakan hangatnya dirimu
(walau dengan dinginnya hatimu) terakhir kalinya. Temani aku untuk terakhir kali.
Setelah itu, aku janji akan berusaha melupakanmu dan berhenti pasrah dengan
segala sakit ini. Temani aku, menjadi pendamping kelulusan profesiku. Aku
mohon.
Pria:
Baiklah.
Pria:
Walaikumsalam.
Wahai pria yang dahulu
mengisi seluruh kehidupanku, bukan saatnya kini kau hadir kembali untuk mencoba
mencuri apa yang kini telah dimiliki orang lain. Kau tau? Aku tak
pernah berubah padamu. Aku masih adikmu,
yang akan selalu hadir ketika kamu butuh teman curhat dan ceritamu. Mengertilah.
-K.
-K.
No comments:
Post a Comment