Kaki ini kaku memaksaku
untuk berdiam berdiri di ruangan ini. Gelap, dingin dan sunyi. Hanya aku
sendiri di ruangan ini, ku rasa. Tak ada suara apapun yang terdengar selain
suara nafasku yang keluar-masuk berdenyit kecil. Ku putar kepalaku
mencari-cari. Entah apa yang aku cari, ku hanya mengikuti hati yang terus
mengarahkan. Perlahan, ku langkahkan kakiku untuk mengitari ruangan itu. Benar
saja, hanya ada aku di ruangan itu. Sengaja ku hentakkan sepataku ke lantai
berubin elok itu, berbunyi cukup keras sekali, tetapi tidak ada yang protes.
Aku berjalan terus mencari-cari apa yang hatiku cari. Hingga aku melihat sebuah
pintu yang memilki ruangan yang terang di dalamnya. Tentu saja aku tau dari
cahaya yang bersinar dari sela-sela bawah pintu.
Aku mendekati pintu itu
perlahan-lahan. Semakin dekat, detak jantungku semakin tak karuan. Rasanya, aku
tak sanggup untuk semakin mendekati pintu tersebut, tapi hati ini terus memaksa
untuk memasuki ruangan tersebut. Ku raih gagang pintunya. Seketika badanku
bereaksi mengeluarkan keringat dingin saat ku genggam gagang pintunya.
Jantungku semakin cepat detaknya saat ku putar gagang pintunya. Denyit bunyi
pintu terdengar cukup keras saat aku buka pintu itu. Saat pintu itu sempurna
terbuka, aku melihat sesuatu yang amat bercahaya di dalamnya. Haaah apa itu…?
Cermin. Aku melihat
cermin sangat besar menjulang tinggi. Cermin itu hampir memenuhi ruangan kecil
itu. Dari cermin tersebut keluar cahaya yang sangat terang, taka da lampu atau
penerangan lain di sana. Cermin tersebut terlihat sangatlah anggun dengan
design ukiran seperti di furniture
pada film-film jaman Belanda. Cantik sekali. Perlahan aku beranikan diriku
memasuki ruangan itu. Aku duduk tepat di depan cermin tersebut. Cahaya yang
dikeluarkan pun berangsur-angsur memudar dan berganti menjadi sebuah gambaran
diriku di cermin tersebut.
Tapi tunggu…. Aku kan
duduk, di cermin tersebut aku berdiri. Iya berdiri dengan gaun berwarna biru
cantik sekali. Aku tersenyum sangat lebar dan terlihat sangat bahagia. Lama aku
menatapnya diriku sendiri di cermin tersebut. Aku di cermin tak henti-henti
melambaikan tangan. Ketika ku balas lambaian tangan tersebut, aku di cermin itu
perlahan menghilang bersamaan dengan padamnya cahaya dari cermin tersebut.
Kini, cermin tersebut
layaknya memutarkan sebuah video yang bergantian muncul gambar-gambarku dengan
tema-tema yang berbeda. Aku melihat aku jalan bergandengan tangan dengan
seorang pria. Aku tidak tau persis siapa pria itu, muka berbayang. Tapi dari
posturnya, tampaknya aku tau itu siapa. Kita tampak senang sekali
berjalan-jalan di sebuah trotoar yang sepi. Hanya ada kita berdua. Namun
tiba-tiba, kita pun saling melepaskan genggaman tangan kita dan pergi saling
menjauh. Tak lama kemudian, tangkanku kembali digenggam. Tapi, bukan oleh orang
yang sama. Beda, postur tubuhnya beda. Ia datang di saat aku mulai menikmati
berjalan sendiri. Ia datang menawarkan genggamannya yang kuat dan hangat. Dia
datang untuk melindungiku dan menghangatkanku. Hah! Tentu saja aku mengenali
kisah itu.
Gambar pun berganti
dengan aku berdiri di kerumunan banyak orang. Aku tampak sibuk sekali. Entah
apa yang aku sibukkan, aku hanya tampak tak henti mengerjakan sesuatu dengan
berbalut kesenangan. Setting kejadian itu pun dengan cepat silih berganti.
Tempat yang beda, orang-orang yang beda, dan suasana yang berbeda. Tapi tetap,
aku tampak sibuk dengan aktivitasku .
Gambar berganti menjadi
aku di tengah hiruk pikuk keramaian yang saling bersorak satu sama lain.
Entahlah, aku tidak tau dimana. Tapi di situ, aku merasa sangat terkucilkan.
Aku diam tak berdaya, seperti seorang pengecut. Aku hanya melihat keramaian
tanpa ikut serta. Entahlah aku dimana. Aku capek, aku pusing merasakan
keramaian di luar ketika diri ini hampa. Aku pun paksakan diri untuk keluar
dari keramaian menyakitkan tersebut dan berjalan sendirian.
Aku kini berada di ujung
sebuah jalan buntu. Tak ada jalan keluar kecuali aku berbalik arah. Tapi ah
rasanya tidak mungkin aku berbalik arah. Aku tak mau kembali ke keramaian
tersebut. Tapii bagaimana aku keluar? Ini hanya tembok di ujung sebuah gang.
Aku lemas, aku terlihat sangat lelah. Aku tidak tau harus kemana.
Perlahan cahaya kembali
bersinar dari cermin seiring dengan menghilangnya gambar-gambar diriku. Cahaya
tersebut kembali menyinari seisi ruangan. Tapi herannya, tidak menyilaukan. Aku
masih duduk di ruangan itu, mencoba mencari tau apa maksud dari semua gambar
yang tersaji baru saja. Seketika terlintas di otakku, masa-masa indah selama
setahun ini. Iya, berawal dari bulan Januari. Ketika aku merasakan liburan
semester pertamaku, melihat IP pertamaku yang Alhamdulillah tidak buruk.
Kemudian aku melihat kembali ketika aku sibuk di beberapa event yang menjadikan
aku panitianya. Aku juga melihat kebahagiaan aku saat aku bergurau dengan
teman-temanku. Aku melihat kebahagiaanku ketika aku bersama ayah dan bundaku
jalan-jalan bersama. Memenangi beberapa lomba juga terasa sangatlah
menyenangkan. Terlebih, akhir-akhir ini, ada seseorang yang sedang mengisi
hatiku dan memenuhi hari-hariku, melengkapi dengan kebahagian cinta. Aah
rasanya hidup itu sangat damai.
Tapi, pikiranku
seketika berubah menjadi gelap dan berisi semua kesedihan dan kekalutan
pikiranku selama setahun kemarin. Ketika aku memutuskan suatu hubungan yang
telah lama dibangun bersama dengan seseorang. Ketika aku sedih melihat IP-ku
turun. Ketika aku menangis karena beberapa hal. Ketika aku gagal meraih sesuatu
yang aku harapkan. Terlintas pula segala dosa yang aku perbuat selama setahun
kemarin. Yaa Allah diri ini merasa hina dengan segala kerendahan diri ini.
Seketika diri ini semakin merasakan dinginnya ruangan itu. Sangat dingin dan
menusuk. Memakai baju dengan cardigan tersebut berasa tidak berguna. Sangatlah
dingin sampai-sampai aku tak sanggup lagi. bibirku membiru, tanganku memucat.
Aku………….. aku tak sanggup.
Aku terbagun dalam
posisi duduk dan menangis. Aah tadi itu hanya mimpi ternyata, syukurlah…
Tunggu, kenapa aku terbangun dengan memegang sebuah kertas kosong dan pena? Hmm
apakah aku tertidur saat ingin mengerjakan tugas semalam? Aku pun meraih
handphoneku untuk melihat waktu. Ah 1 Januari 2014!
Rupanya aku melewatkan
hingar binger perayaan tahun baru semalam. Huft sungguh menyesal aku tak turut
meramaikan malam dengan terompetku. Tampaknya kembang apiku juga masih utuh tak
berabu sedikitpun. Huu sungguh rasanya ingin menyesal diri ini, tetapi hatiku
tampaknya sangat lega. Ahya mimpiku tadi hmm tampaknya Allah menginginkan aku
melewati pergantian tahun dengan melihat refleksi diri tanpa bersama keramaian.
Dan kertas putih ini… Bagaikan replika perwujudan tahun 2014 yang baru saja ku
jalani separuh hari. Aku harus menorehkan tinta di kertas putih ini dengan
hal-hal yang baik. Tahun 2014 pun begitu, harus diisi dengan hal-hal bermanfaat
dan mengurangi tindakan-tindakan yang kurang gunanya. Karena umur semakin
berkurang sedangkan waktu tak pernah berhenti berputar menuntut kita melakukan
hal-hal yang baik.
Selamat tahun baru
2014! J
Mari menebarkan manfaat
di tahun ini J
No comments:
Post a Comment