Friday, December 19, 2014

Tetesan Rindu

Aku bosan.
Seharian ini aku sibuk mengurus hidupku untuk mengejar angka-angka yang kata orang, penentu hidup.
Aku lelah menatap segala simbol, angka dan sama dengan di kertas lusuh itu.
Perlahan ku alihkan pandanganku ke arah jendela
Perduli apa aku sama tugas yang baru bernomorkan 2 dari 5 itu.
Aku bosan.

Sore ini langit sedang meneteskan bulir-bulir berkahnya membasahi bumi.
Lama ku menatap jendela kamarku dan perlahan hati ini pun ikut larut bersama tetesan itu.
Tenang dan damai rasanya.

Hujan memang selalu berhasil membawa kembali kenangan terdahulu.
Bahagia, canda dan tawa.
Sedih, bimbang dan tangis.
Semua bercampur jadi satu dengan berpayungkan satu nama cinta.

Tak sulit bagiku merapalkan namamu.
Namun tak mudah untuk hatiku harus kembali bertemu bayangmu.
Bukan karena kamu yang ingin kulupakan, tapi karena senyummu yang sulit ditinggalkan.

Ketika orang berkata cinta itu tak harus memiliki.
Aku bersumpah bahwa ia telah salah memaknai cinta.
Bukan karena aku ahli membicarakan hal itu.
Tapi karena aku telah mulai menghadapinya.
Bahwa aku dan kamu mungkin tak bisa bersama, tapi aku tetap memilikimu dengan caraku.
Dan kamu, tetap bisa memiliku meski tangan kita tak lagi saling menggenggam.

Kisah kita mungkin sudah usai. Namun bukan berarti tidak ada memori yang tak bisa dikenang.
Bukan berarti pula tiada wajah yang tak pantas dirindu.

Bersama hujan yang terus membasahi bumi, ku sampaikan rinduku padamu, cinta dan kebanggaanku.

Wednesday, November 26, 2014

Kemana Rembulanku?

Langkah kecilku perlahan berubah menjadi langkah besar-besar saat aku mulai memasuki jalan setapak itu. Bukan karena malam yang semakin menunjukkan kegelapannya, bukan juga karena di sepanjang jalan tersebut ada 2-3 kumpulan muda-mudi nongkrong dan 'bermain' bersama, toh aku juga sudah sering jalan sendiri di situ malam-malam. Entahlah, gerakkan kakiku seakan diperintahkan oleh hati yang sewaktu itu berteriak ingin cepat pulang.

Kepalaku pusing tak karuan. Dinginnya malam yang terus memelukiku menambah kepeluan hati ini. Di tengah jalanku yang cepat-cepat tadi, ku dongakkan kepalaku ke atas langit. Aku hanya berharap di sana akan ada bulan yang bersinar atau bintang yang banyak berkelap-kelip. Setidaknya itu bisa menghiburku sedikit. Tapi sayang, tak ada satu bintangpun ku lihat di langit kelam itu. Bulan pun hanya berupa garis-garis bayang putih kekuningan di ujung langit sana.

Langkahku pun semakin ku paksa agar semakin lebar yang dipenuhi oleh rasa putus asa dan kecewa. Bahkan, di saat seperti ini pun, langit tak mencoba membuatku tersenyum sedikitpun. Hatiku pun ga henti-hentinya memaki,

Kemana rembulanku?

Thursday, August 14, 2014

Kenapa Harus Berpura-Pura?

Kemarin, ketika aku berjalan menyusuri koridor gedung tua itu, aku melihat sekumpulan anak-anak bermain dengan asyiknya. Hmm mungkin mereka berjumlah sekitar 10 orang-an. Mereka tertawa dan berlarian seakan tak peduli pada panas sinar matahari siang itu. “asik yaaa…”, seru dalam hatiku, iri.
Lama ku duduk di kursi di koridor itu yang mengarah pada anak-anak tadi. Entah kenapa teriknya matahari pukul 1 siang saat itu tak terasa begitu menyengat. Bukan karena aku duduk di dalam koridor dan tengah ikut kecipratan dinginnya AC yang berhembus sedikt keluar dari dalam ruangan di belakangku, lebih tepat karena perasaanku yang sejuk melihat asiknya anak-anak itu bermain.

“Kak! Kak! Kakak ini kakaknya siapa?” Tak lama kemudian ada anak perempuan kecil dan cantik menarik-narik bajuku dengan begitu menggemaskan.

“Kakak kok ga jawab pertanyaanku, kakak ini kakaknya siapa?” DIa tak henti menarik-narik bajuku dan menguntel-nguntelnya.

“Aku bukan kakaknya siapa-siapa, dek. Aku di sini lagi duduk aja nungguin temen kakak” Jawabku sambil senyum dan mengangkatnya untuk duduk di sebelahku. Usianya masih cukup belia, sekitar 6-7 tahun.

“Wah kakak enak dong yaa ga punya adik-adik kayak kita ini, kan kita kena penyakit yang kata orang-orang gabisa disembuhin. Kalau kakak ga punya adik kayak kita, berarti kakak ga akan sedih-sedih kayak kakakku atau juga ibuku.”

Penyakit yang kata orang-orang gabisa disembuhin…

Lama ku mencerna kalimat itu, hmm mungkinkah anak-anak itu menderita…… kanker?

“Kak tau ga”, lanjutnya, “Aku bingung deh sama orang-orang yang di sekitarku yang bilang aku ga boleh boong ke mereka. kalau aku sakit, katanya aku harus bilang sakit, gaboleh bilang ga sakit. Padahal kan, kalau aku bilang aku sakit, mereka akan sedih dan bahkan nangis. Mamiku tuh kak gampang banget nangis hehehe cengeng yaa kak ga kayak aku.” Si adik kecil ini terus menlanjutkan ceritanya tak henti sambil terus mengayunkan kakinya yang tergelantung karena tak sampai ke tanah.

Otakku tak berhenti berputar mendengarkan ceritanya. Ada apa sih ini?

“Ehiyaaa kakak namanya siapa? Namaku Kirana, kakak namanya siapa?”

“Namamu bagus yaa Kirana. Namaku Agis”

“Halo kak Agis! Seneng deh ketemu kakak, aku senang ketemu orang-orang baru soalnya hehehe” 

Kirana menyengir menunjukkan giginya yang tidak lengkap itu ke arahku. Hihi lucunya! Aku dan Kirana pun akhirnya mengobrol-ngobrol lama. Aku menceritakan cerita-cerita lucu dan juga yang berbau dongeng kepadanya. Kirana pun menaggapinya dengan sangat antusias dan selalu berkata khasnya “Waah… kok bisa ya kak?” Sampai akhirnya ada bunyi tut tut tut semacam alarm dari sebuah benda yang melingkar di pergelangan tangannya.

“Kakak, Kirana balik dulu ke kamar yaa, kalau ada bunyi ini, Kirana harus balik dan minum obat. Dadah kakak!!!” Kirana pun langsung lompat dari kursi yang kududuki bersamanya lalu berlari riang sambil bergumam bernyanyi menghilang dari pandanganku.

---

Hmm aku jadi terpikirkan sesuatu..

Apa salahnya sih berpura-pura?

Apa salahnya Kirana pura-pura tidak sakit agar orang-orang yang ia sayangi tidak sedih?
Apa salahnya maminya Kirana pura-pura tidak menangis saat anaknya sedang merintih kesakitan saat sedang menjalani terapi?

Sepertinya, berpura-pura itu tidak sepenuhnya salah.

Lalu, apakah aku yang sering berpura-pura bahagia untuk menutupi kesedihanku juga tidak salah?

Tujuanku tak jauh dari tujuan Kirana. Aku hanya ingin melihat orang-orang sekitarku tidak merasakan kesedihan yang aku rasakan. Aku ingin seperti Kirana yang menjadi pembawa ketenangan dan kesenangan untuk orang-orang.


Jadi, kurasa tidak salah.

Monday, August 11, 2014

Aku, Kamu dan Rembulan

Selamat malam kamu yang di sana. Selamat malam kamu yang kini tengah asyik menikmati rangkaian kisahmu di alam lainnya.

Lihatkah kamu langit malam ini? Sempatkah kau tadi mengintip dari balik jendelamu sebelum kau tenggelam dalam selimutmu?
Semua insan membahas terangnya rembulan yang tengah menggantung di langit malam ini. (Mungkin) Tak ada satupun yang melewatkan untuk melihat kemilaunya salah satu anugerah Tuhan yang sedang dipamerkan oleh-Nya. Dan sebaliknya, dengan tahzim, rembulan pun memantau semua wajah pulas yang tengah tertidur -- atau menemani diri bermuka bantal--sepertiku--menghabiskan malam dengan segala angan yang terlempar.

Rembulan itu pasti puas melihat dan menilai seluruh umat malam ini. Jarang kan dia menampakkan seluruh tubuhnya sebesar itu dan bersinar begitu mengagumkan.
Rembulan barangkali hanya terdiam melihat dirimu yang sedang tertidur sambil sesekali menebak-nebak apa yang tengah kamu impikan dari raut wajahku.
Rembulan barangkali tergelak saja, melihat kekuyuan hati seseorang (diriku) yang tengah merasakan pahitnya sebuah perasaan.

Haah...

Malam ini kusibukkan diriku dengan mengulang segala kejadian yang pernah kita lalui bersama. Setiap detik yang kuingat, selalu tersematkan rasa rindu yang begitu menggebu pada memori tersebut, dan tentu pada dirimu.
Hai Sang Rembulan, bersediakah kau mengantarkan salam kasih dan rindu ini padanya di sana?

"Kalau memang sebuah perpisahan adalah awal dari sebuah pertemuan, aku sangat menantikan pertemuan itu. Iya, sebuah pertemuan (lagi) dengan (hanya satu) kamu."

Seperti yang kau lihat, aku sendiri di sini berselimutkan hembusan dinginnya malam. Adakah Sang Rembulan bersedia menemani hati yang sepi ini--menggantikanmu--hingga fajar menggantikannya?

Monday, July 14, 2014

A Thing You Don't Know

Hi there!
Hello the angel from my nightmare..

You know what...
My heart is longing for your presence
My eyes want to see your smile
My hand needs to feel your touch
My shoulder is looking for your warmth

I'm sorry I constantly want to talk to you.
I'm sorry if I force you to talk to me as much as I want even though you don't want to.
I'm sorry if I come off so annoying.
I'm sorry if I think of you too much and too often.

I'm sorry...

Where are you? I cannot sleep tonight, also cannot dream.
I've tried to close my eyes but I just saw your shadow in the middle of the darkness.
And when I opened my eyes, I just found myself was crying over you.

I'm sorry if I came off as being so clingy.
But its just me missing you.

Friday, June 27, 2014

Secangkir Kekecewaan

Secangkir kopi panas menemani diri ini sambil menunggu datangnya senja menggantikan siang. Aromanya yang semerbak sangat menggoda bak menari terbawa alunan angin yang lembut menyejukkan. Sedari tadi, kusibukkan diri membaca sebuah novel tua yang sebenarnya telah kubaca berkali-kali. Bukan berarti ku suka dengan ceritanya, hanya saja aku tidak tau lagi aku harus membaca apa untuk melupakan rasa yang tengah memenuhi hati. Rasa sakit akibat hati yang teriris oleh kekecewaan.

Kecewa? Ah, sudah bukan hal asing untukku. Ku yakin, kau juga pasti tak jarang merasakannya kan? Jujur, kalau kamu tanya apa sebenarnya arti kata kecewa itu, aku bingung menjawabnya. Yang aku tau, ketika suatu hal tidak berjalan sesuai dengan keinginan hati, aku langsung kecewa. Samakah persepsi kita tentang kecewa? Atau mungkin, ternyata sekarang kamu juga sedang merasakan kekecewaan juga?

Bicara tentang hati, bukan aku ahlinya dalam mengungkapkan isi hati.  Berlisan berperasa manis saja aku sulit apalagi untuk berucap kecewa. Seperti kopi yang kuminum sore hari ini, kental seperti pekatnya hati dengan rasa kecewa, tak terlalu pahit dan penuh ampas di bawahnya, seperti aku yang sulit berkata kecewa padamu namun penuh kalimat kegondokkan di dasar sanubari.

Baiklah...
Aku sadar tidak adil rasanya aku berharap kau tau isi hati ini tanpa aku mengatakannya. Tiada arti pula aku menuliskan kegundahanku di sini tanpa menyebutkan namamu. Tapi, masih bisakah aku berharap kau memahamiku? Bisa pulakah aku mengandalkanmu kembali sebagai tumpuanku? Atau... Masih bisakah kalimat "Kami membutuhkanmu" untuk menggetarkarkan hatimu?

Ah.... Tuhkan, aku kembali larut dalam pikiranku akan kamu dan kecewaku padamu.
Hah!
Secangkir minuman di depanku kini tak lagi berasa kopi, hanya ada kekecewaan membelenggu diri.
Ya, kini yang tertinggal hanya secangkir kekecewaan.

Thursday, June 19, 2014

Yes, I Know

All truths are easy to understand once they are discovered.

And I've found it so many.
One of them that an honest feelings will not fade away even when someone fall asleep.

Yea..
He is sleeping right now and his smile is my indubitable evidence.
Never get enough to look at him this way.
Never.

Friday, May 23, 2014

Aku Ada Karena Mereka

Gue kira gue adalah orang yang gabisa jatuh cinta kepada banyak orang dalam waktu yang bersamaan. Gue kira gue termasuk orang yang sulit untuk menjatuhkan hati. 

Ternyata gue salah…


Alasan dari segala alasan yang gue punya sekarang untuk tetap semangat berlayar bersama di lautan ilmiah ialah mereka. Tujuh orang tercinta yang tak pernah lelah menemani di tiap waktu. Pyan Gina Gigih Goldy Eas Firda Indah. Terimakasih telah hadir dan tak henti memberikan semangat yang mungkin kalian pun ga sadar udah selalu membuat gue berhenti mengeluh. Kenyamanan dari segala kenyamanan yang kini gue punya adalah kalian. Terimakasih untuk selalu sedia setiap saat untuk membantu gue di segala kepentingan dan kesempatan.

Gue sayang kalian.
Dan yaa sesimpel itu......... 
gue ada karena kalian ada.



Saturday, May 3, 2014

Malam

Malam, aku ingin cerita.
Suatu cerita yang menjadi salah satu cerita terburuk yang pernah ku alami.
Cerita tentang kebodohan diri dan gegabahnya otak dalam berpikir.

Malam itu, entah apa yang memenuhi pikiran dan seluruh tubuh ini. Aku hanya merasakan panas dan tak nyaman dengan diri ini. Dada terasa sangat sesak dan otakku terus memenuhiku dengan pikiran-pikiran buruk tak karuan. Hati ini pun tak kalah menyusahkan. Ia tak henti-hentinya berteriak terus membantah apa yang pikiranku katakan.

Buruk. Buruk sekali. Seperti kalanya mimpi berhantu di siang hari. Semua kataku, semua tingkah dan perilakuku semalam itu buruk tak ada manisnya sama sekali. Entah setan mana yang mengisi diriku. Akupun masih tak menyangka apabila kuingat kembali apa saja yang telah ku lakukan. Semua kata hina yang keluar dari mulutku, Semua maki yang terkata oleh lidahku. Semua prasangka yang terlintas di pikiranku. Semuanya seperti aib yang tak hentinya membayangiku. Tercela.

Kau tau, malam? Manusia memang diciptakan dengan akal pikiran untuk menimbang hal yang baik dan buruk. Tapi janganlah kau lupakan hati yang selalu merasa manakah yang baik dan buruk buat dirimu. Jangan seperti aku kemarin malam, yang hampir saja lupa bahwa aku masih memiliki hati yang masih setia mendenyutkan kedamaian di dalam diri, mengalirkan setiap hal positif ke setiap sudut dalam diri. Hampir saja. Untungnya, dia belum keburu mati saat itu.

Malam, apakah kamu pernah merasakan suatu rasa yang segitu dalamnya hingga kau tak tau lagi dari manakah asal rasa tersebut? Rasa itu, perasaan itu yang kemarin malam membuatku gusar tak karuan. Gelisah apabila ku mencoba menghilangkannya. Semakin ku mencoba menjauh, semakin risau pula diri ini. Entahlah, aku tak tau apa nama rasa ini. Tapi yang ku tau, rasa ini yang menyelamatkanku dari jurang dalam penuh penyesalan. Rasa ini yang kembali mengingatkanku akan memori-memori indah yang memberikan kedamaian dan kenyamanan. Rasa ini yang meredamkan segala celaku.

Aku malu, malam. Kini, aku malu terhadap diriku sendiri dan memori itu. Diri ini pun sekarang masih tak dapat bertingkah selayaknya aku yang biasa, hanya karena untuk menutupi rasa malu. Huh, sudah hina, bertambah hina lagi yaa diri ini dengan gengsiku. Tapi, aku sangat bersyukur. Rasa itu, rasa yang senantiasa hadir di dalam hatiku, telah (kembali) melindungiku dan menyadarkanku. Bahwa memang dialah yang terpenting, bukan egoku.

Saturday, April 5, 2014

Dialog Malam Itu

April, 2014.

Pria: Halo Wanita, apa kabar? Sudah lama sekali kita tidak berbincang

Wanita: Hai Pria! Baik kabarku di sini. Ku harap kabarmu di sana tak kalah baiknya denganku.

Pria: Iya, ragaku baik di sini. Mungkin lebih baik daripadamu dengan melihat segala kesibukanmu sekarang yang seakan tak punya waktu untuk memanjakan diri.

Wanita: Haha tak separah itu.

Pria: Tapi hatiku tidak.

Wanita: Ohya…

Pria: Tidakkah kau tanyakan penyebabnya padaku? Atau jangan-jangan kau sudah mengetahuinya

Wanita: Tiada hakku lagi mengetahui segala urusanmu.

Pria: Ini bukan hanya tentangku…

Wanita: ….

Pria: Ini tentang kita.

Wanita: Aku rasa sudah ku hapuskan kosakata ‘kita’ untuk aku dan kamu.

Pria: Jangan begitu. Segitu mudahnya kah kau melupakanku?

Wanita: Ah kau salah menilaiku. Tiada seujung kuku pun aku melupakan kamu. Aku masih ingat nama panjangmu, tanggal ulang tahunmu dan juga kesukaanmu.

Pria: Lalu kenapa kamu tinggalkanku?

Wanita: Adakah hal lain yang lebih penting yang bisa kita perbincangkan? Aku lelah, sesuai katamu, sedikit waktuku untuk bermanja diri.

Pria: Aku hanya belum bisa melupakan kamu dan kita wahai wanita.

Wanita: Sudah ku bilang sebelumnya, wahai pria. Tiada hakku lagi mengurus urusanmu. Aku sudah menghapus kata ‘kita’ antara aku dan kamu dalam kosakata hidupku. Aku kira kamu sudah melakukannya juga. Tolong, jangan persulit hidupku. Kau sendiri yang dahulu berkata bahwa kau bahagia melihatku kini bahagia dengannya. Jangan kau buat hatiku merasa bersalah denganmu. Ada hati lainnya yang butuh aku jaga. Bukan hatimu lagi. Mengertilah.

Pria: Sadarkah kamu dengan apa yang dahulu kita bangun bersama. Kita memulainya dari nol hingga saat itu. Aku tau tak sedikit salah yang ku perbuat padamu. Tapi kamu pasti mengetahui seberapa besar rasa yang aku simpan untukmu. Mengapa kau dengan mudah melepaskan ketika diri ini sudah semakin tak terpisahkan. Bisakah kau ingat 26 bulan kebersamaan kita saat itu yang penuh canda walau tak sedikit pula berhiaskan tangisan. Itu indah bukan? Sadarkah engkau?

Wanita: Wahai pria yang paling bijaksana, bukan maksudku untuk meninggalkanmu kala itu. Bukankah itu berawal dengan segala diam yang berujung kelelahan aku dan kamu bersama? Lalu, siapakah yang bersalah di sini? Kamu dan juga aku yang salah. Tapi bisa juga bukan aku ataupun kamu yang bersalah. Mungkin memang bukan nama akulah yang dituliskan untukmu. Begitupun dengan aku, mungkin bukan namamu yang dituliskan untuk bersamaku. Sudahlah, aku mohon. Jangan kau siksa dirimu sendiri dengan memikirkan hal-hal seperti ini. Umurmu tak muda lagi, wahai pria. Umur mapanmu siap menjemput wanita beruntung di luar sana untuk bahagia bersamamu. Seperti jiwaku di sini yang sudah diikatkan pada jiwa lainnya atas izin Yang Maha Kuasa. Perlu kau ketahui juga wahai pria, rasaku sekarang ini pada seseorang yang bersamaku sekarang sangat berbeda, bukan seperti rasa-rasa dengan yang sebelumnya. Aku yakin. Bahkan lebih yakin daripada bersamamu 26 bulan. Mengertilah.

Pria: Kau ucapkan itu kepadaku sudah lebih dari ratusan kali selama 8 bulan terakhir ini. Tak bosankah kau mengucapkan hal-hal yang terus menyakitiku? Aku hanya ingin sedikit saja kau menengok padaku bukan sebagai masa lalumu, tapi melihatku dengan kekinianku. Aku yang kini terus tumbuh walau dengan segala rasa sakit yang menyiksa. Aku yang kini terus berusaha berkembang mengacuhkan segala sesak di dada. Tapi kau ini sungguh keterlaluan. Bayangmu terus membayangiku. Tak bisakah kau berhenti menghalangiku? Diri ini terus merindukanmu.

Wanita: Salahmu sendiri yang terus menghadirkanku di setiap langkah hidupmu. Pernah kau bercermin dan melihat betapa kuatnya dirimu tanpa aku? Kau bisa berdiri dan berjalan dengan gagahnya sekarang meski tiadaku di sisimu. Sadarkah kamu? Sudahlah, jangan siksa dirimu lagi, wahai pria. Aku tak bisa berbuat atas kerinduanmu itu. Sungguh, itu bukan salahku. Hmm baiklah, aku akan minta maaf karena aku terus menghantuimu, kalau memang kau butuh salahku. Hanya kamu dan hatimu yang bisa mengembalikan semua menjadi baik-baik saja. Yakinlah, kamu bisa. Aku di sini tak dapat lagi menyebut namamu dalam doaku setiap setelah solat. Maafkan karena ada nama lain yang kini harus terus ku ucapkan demi masa depanku dengannya. Tapi aku di sini berharap, kau terus dijaga oleh-Nya di dalam penantianmu itu. Semoga pula kau dapat menyembuhkan segala sakit  yang kau rasa sekarang. Memintalah pada-Nya, karena hanya Ia yang Maha Mengetahui atas segala rahasia setiap ummat-Nya. Berhentilah meninggalkan solat, rajinlah kau kini menyebut nama-Nya dan membaca kitab-Nya, seperti pria yang bersamaku kini. Aku sangat mengaguminya. Perempuan akan sangat mengagumi pria seperti itu wahai pria.

Wanita: Assalamualaikum…

Pria: Sadarkah engkau berapa banyak goresan yang engkau hasilkan di dalam hatiku? Setiap kali kau lukai hati ini, semakin nyata juga semua bayangan kenangan kita. Aku tidak tau kenapa Ia mengujiku sejahat ini. Aku sungguh tersiksa di sini. Aku rindu setiap kali ku membuka mata di setiap pagi dan hanya namamu yang ku ingat tiap aku ingin menutup mata di malam hari. Tak pernahkah kau sadar seberapa sering namamu ku sebut dalam doaku? Meski sekarang kau tak lagi menolehkan wajahmu padaku, tapi aku di sini masih menantimu dengan rasa yang masih sama. Aku harap kau mengerti. Kalau memang Tuhan telah menyediakan wanita lainnya untukku, kenapa setiap hari rasa rindu ini semakin bertambah. Bantu aku untuk melupakanmu. Bantu aku, untuk bertemumu dan merasakan hangatnya dirimu (walau dengan dinginnya hatimu) terakhir kalinya. Temani aku untuk terakhir kali. Setelah itu, aku janji akan berusaha melupakanmu dan berhenti pasrah dengan segala sakit ini. Temani aku, menjadi pendamping kelulusan profesiku. Aku mohon.

Pria: Baiklah.

Pria: Walaikumsalam.


Wahai pria yang dahulu mengisi seluruh kehidupanku, bukan saatnya kini kau hadir kembali untuk mencoba mencuri apa yang kini telah dimiliki orang lain. Kau tau? Aku tak pernah berubah padamu. Aku masih adikmu, yang akan selalu hadir ketika kamu butuh teman curhat dan ceritamu. Mengertilah.

-K.

Tuesday, April 1, 2014

Ada

Ada pesan yang tak tersampaikan ketika mulut memilih tertutup dibandingkan untuk menguraikan.
Ada kata yang tak terucap saat lidah ini diam mengkakukan diri menghindar bericap.
Ada mata yang tergenang menahan segala rasa yang menyesakkan dada.
Ada diri yang tersudutkan karena tak dapat jujur pada hati sendiri.

Ada. Ada aku.
Selamat istirahat! Aku di sini, merindukanmu.

Monday, March 31, 2014

Tulisan Malam Hari

Wahai Tuan pengisi malam...

Tinggalkanlah sejenak setumpuk kertas di hadapanmu.
Lupakan dahulu segala urusan materimu
Cobalah engkau tengok bintang di ujung sana.
Sinarnya terang memancarkan kerinduannya padamu.
Berbincang denganmu walau sesaat, itulah yang ia inginkan.
Sapalah ia sejenak, Tuan. Kasihilah ia yang sedari tadi menatapmu penuh kasih.

Jangan lupa Tuan,  untuk menegur dinginnya malam dengan kehangatanmu.
Bertemanlah dengannya agar kau senantiasa selalu dilindungi.
Sampaikan salamku juga pada kesunyian malam yang tengah membantumu tak bergeming.
Walau mereka tak membalas semua sapamu, jangan khawatir Tuan.
Yakinku mereka tetap bersamamu dengan caranya mereka sendiri.
Seperti hatiku di sini, masih setia menemani jagamu, lelapmu, hingga bangunmu kembali.

Ahya, dan tentu Tuan, ada setianya doaku untukmu, agar engkau senantiasa dilindungi-Nya hingga mentari kembali terbit menyapamu.
Yaitu ketika engkau kembali menyambutku dengan kasih dan senyummu.

Tertanda,

Aku, Bintangmu.

Saturday, March 29, 2014

Sepenggal Kalimat.

Aku: Aku kangen... Ini sinyalnya ga ngerti banget ada orang kangen apa :(

Dia: Kalau lagi kangen, saling mendoakan biar sama Allah dijaga :)

Hatiku: Yes, of course honey. Doaku untukmu, semoga Allah terus dapat menjaga hati ini dan hatimu, cinta ini dan cintamu, dan juga hubungan aku dan kamu. Semoga Allah selalu melindungi kita berdua dan selalu mengiring kita ke jalan yang benar. Semoga Allah akan selalu memberikan yang terbaik untukku dan untukmu. Memperlancar segala urusan perbaikan diri. Aku sayang kamu and it's a bless to having you by my side. Kamu, yang ga hanya selalu mengingatkanku menjaga hati dan perilaku, tetapi juga menjaga hubungan dengan Sang Maha Pencipta. Terimakasih yaa Allah telah menghadirkannya di sisiku :)

Sabtu, 29 Maret 2014

Bolehkah Aku Mengetahuinya?

Wahai Sang Maha Melihat, Kau tau betapa sulitnya ku kembali ke dalam rumah ini. Kunci tunggal yang Kau ciptakan, harus susah payah ku menemukannya sebelum ku dapat membuka pintu ini. Kaki lemah ini sudah Kau paksakan melangkah di halaman rumah yang bebatuan panas terpapar sinar matahari. Badan ini sudah Kau perintahkan untuk berpeluh keringat. Hati yang rapuh ini bahkan sudah Kau uji untuk patah di awal pencarian.

Wahai Sang Maha Mendengar. Doa dan inginku tak bosan-bosan ku ucapkan pada-Mu. Satu dua kalimatku pun mulai Kau dengar dan wujudkan. Tapi tak sedikit pula kata yang Kau acuhkan.

Wahai Sang Maha Mengetahui. Aku tahu Kau telah mempersiapkan hal yang baik dan indah untuk segala perjuanganku yang cukup berat di awal ini. Kau pun telah menjanjikan bahwa tak ada usaha manusia-Mu di dunia ini yang sia-sia. Tapi, bolehkah aku sedikit mengintip apa yang telah Kau tuliskan untukku? Bolehkah aku mengetahuinya? Aku hanya penasaran. Apakah perjuanganku sudah cukup pantas mendapatkan janji-Mu itu? Atau ini hanya sekadar kesombonganku atas segala nikmat-Mu?

Sunday, February 23, 2014

Hatiku Merindu...

Time goes by fast. People come in and out of our life so quickly…

Air mata ini mulai berlinang ketika aku baru saja memulai ketukan pertama jariku. Semua kenangan terlintas satu demi satu memenuhi pikiran. Diri ini pun mulai terbang mendalami segala memori yang pernah terlewati. Dan hati ini pun mulai merindu.

Cinta yang kau tawarkan berbeda dengan cinta-cinta yang pernah ku temui sebelumnya. Kau ajarkan aku bagaimana mencintai sesuatu hal yang tidak tampak, bahkan aku pun tak yakin bahwa sesuatu hal tersebut menyadari bahwa ia dicintai. Kau tawarkan aku sebuah rumah yang sangat nyaman untuk ku berlindung. Kau juga lah yang menawarkanku sebuah keluarga yang tak hanya saling mencinta, tapi juga saling mendukung satu sama lain.

Pertemuan pertama kita masih terasa hambar. Masing-masing dari kita masih mencari arti kehadiran diri di dalam ruang ini. Sibuk dengan pikiran dan niat masing-masing. Sibuk dengan mencari kesibukkan di hape masing-masing.

Tak lama kemudian, kita langsung dihadapi dengan pekerjaan-pekerjaan yang datang menumpuk silih berganti yang seakan tak mengizinkan kita untuk menghela nafas sejenak.  Bahkan, waktupun tak menyisihkan dirinya untuk kita bersenang-senang bersama tanpa pekerjaan dengan teambuilding bersama. Tapi faktanya apa? Kau selalu mengajarkanku untuk mencari kebahagiaan kita dengan cara kita sendiri. Ikatan ini, rasa saling mencinta ini pun semakin lama semakin terjalin kuat yang justeru dikarenakan oleh tugas-tugas yang berlimpah itu. Kau selalu menghadirkan tawa dan canda di tengah pekerjaan tersebut. Lelah? Iya, aku sangat lelah. Aku sangat lelah karena terlalu banyak keceriaan yang kau berikan. Bahkan, di tengah kelabakan dan kepanikan pun, kau tak pernah berhenti menghiburku dan membuatku lupa akan semua sakit yang kurasa. Hanya kebahagiaan yang aku temui saat kita bersama.

Ah! Aku ingat satu hal. Kau sempat membuat hatiku patah. Kau ingat? Saat kau memutuskan aku untuk menanggungjawabin sesuatu pekerjaan yang bahkan (mungkin kau telah) mengetahuinya bahwa aku berharap lebih pada sesuatu pekerjaan tersebut. Jujur, aku sangat sedih dan sempat terpuruk. Tapi kembali lagi, entah dengan sihir apa yang kau punya, kau selalu berhasil membuatku bangkit dan tersenyum kembali. Seakan kau tak pernah mengizinkanku untuk tersungkur.


To my beloved Keluarga Keilmuan BEM FEUI 2013…

Kalian adalah bagian yang paling gue highlight sepanjang perjalanan gue di 2013 lalu. Kalian adalah bagian terbesar yang memenuhi memori gue tentang tahun 2013. Terima kasih karena telah hadir menjadi bagian dari perjalanan hidup gue dan terima kasih telah mengizinkan gue untuk menjadi bagian dari kalian.

Untuk kak Danang… Untuk kadept gue yang paling ahli dalam gagal pencitraan. Terimakasih karena selalu sabar menghadapi kemanjaan gue hehe. Lo adalah pimpinan terunik yang pernah gue temui hahaha. Lo selalu bisa memposisikan diri lo dalam setiap situasi yang sedang dihadapi. Di kala sibuk, lo selalu bisa menjadi pencair dengan selalu menjaga ritme kerja anak-anak lo. Di kala rapat, lo bisa serius (yaa walau kadang ada selingan kekonyolan lo) yang membuat rapat berjalan lancar. Di kala santai-santai, yaa keahlian lo ngelawak udah ga usah gue komenin lah yaa hahaha. Terimakasih juga lo selalu sabar dan menahan marah lo ke anak-anak lo. Terimakasih telah mengajarkan banyak hal ke kita dan terimakasih telah banyak berusaha untuk menyembunyikan kelelahan lo di depan kita.

Untuk kak Windy… Untuk wakadept dan ibu gue yang paling sering dikatain gabut sama suaminya sendiri. Lo itu orang terunyu yang pernah gue temuin hehe. Pembawaan lo tuh selalu penuh kasih sayang ke siapapun dan dalam kondisi apapun. Lo selalu membuat gue merasa gue punya tempat bersandar ketika gue ada kesulitan. Terima kasih telah menjadi ibu yang baik untuk anak-anaknya yaa kak. Terimakasih juga selalu sabar untuk dibully sama anak-anaknya sendiri. Terimakasih udah menjadi reminder setia gue dalam setiap apapun yang gue kerjain. Terimakasih karena selalu mengerti setiap keadaan gue dan tempat curhat gue. Terimakasih kakwind J

Untuk kakakWil yang super ganteng dan super kalem. Terimakasih untuk setiap kejayusan yang dihadirkan di setiap kumpul-kumpul kita. Terimakasih juga telah setia menjadi supir pribadi Keilmuan. Terimakasih untuk segala kepolosan yang membuat kita (malah jahat) ngetawain lo.  Terimakasih juga atas segala perhatian yang lo berikan di balik segala kekaleman dan se-sok-cool-an lo hehehe. Ahya, terutama terimakasih karena telah menyumbangkan kegantengannya sebagai penetral  dan penerang di tengah kembar danang-pyan hahaha.

Untuk Miqdad yang super unyu sebenernya tapi kadang suka bingung sendiri. Terimakasih telah melengkapi gue menjadi PJ Quiz. Terimakasih selalu hadir dan menempatkan Keilmuan di urutan pertama walau di tengah segala kesibukkan lo. Terimakasih karena selalu berhasil menenangkan gue di setiap kepanikan gue dengan berkata “Elaah… selo gis!” hahaha, makasih Miqdad

Untuk Mufida yang super cerewet tapi super perhatian. Terimakasih telah menjadi ice breaker di Keilmuan. Terimakasih dengan segala kecerewetan lo dan keberisikan lo selalu berhasil nambah dosa (karena ngecengin orang mulu) dan mengisi tawa di Keilmuan. Terimakasih juga telah menjadi tempat curhat gue yang paling seru kalau tentang cinta2an. Terimakasih juga untuk segala kekreatifan dan kecerdasan lo dalam mengatasi permasalahan-permasalahan di Keilmuan.

Untuk Abidah.. Untuk Abidah, cewek yang paling kuat dan teguh pendiriannya. Untuk teman yang selalu setia untuk gue isengin, untuk teman yang selalu membuat gue nyaman ketika adanya di samping gue, untuk teman yang paling enak diajak diskusi mengenai apapun terutama pelajaran, gue sayang lo. Terimakasih telah menjadi teman berjuang gue selama setahun kemarin. Terimakasih juga telah berjuang untuk cinta lo. Apapun yang telah lo perjuangin, karena disebabkan oleh cinta, semua tak akan sia-sia. Semua orang tau besarnya cinta lo, gitu pun dengan gue. Jujur, saat menulis part khusus lo ini tangan gue gemetar dan hati ini bergetar, tangis gue tak terbendung. Kita ga pernah berhasil ngomong serius berdua mengenai hal ini, tapi entah bagaimana caranya, seakan kita sudah saling memahami satu sama lain kalau kita sudah tau isi hati masing (walaupun gue yakin, ini ga sepenuhnya kita memahami). Abidah, terimakasih telah dengan kesungguhan hati untuk memperjuangkan cinta lo. Bid, gue di sini bukan atas nama diri gue, gue di sini berdiri juga karena ada cinta dan kesungguhan hati lo, dan juga anak-anak Keilmuan lainnya yang memperkuat kepercayaan gue akan diri ini bahwa mampu untuk bisa menjaga amanah yang telah diberikan dan kaki ini mampu berjalan hingga akhir nanti. Terimakasih tak hingga untuk lo, Abidah Rahmah J

Untuk Pyan, untuk Pyan, seseorang yang misterius walau sedikit-sedikit gue sudah mulai memahami lo, untuk partner terkece gue yang sangat memiliki kepribadian yang kuar dan banyak dikagumi banyak orang. Pyan, kebersamaan kita mungkin ga hanya diawali oleh Keilmuan, tapi Keilmuan yang sudah membuat kita semakin dekat. Terimakasih atas segala ketidakseganan lo terhadap gue. Terimakasih atas segala kesabaran dan keunyuan lo. Dan yang paling terpenting, terimakasih atas segala kepercayan lo ke gue. Kita mengawali ini dengan cukup rumit Yan, dimana kita harus berperang dengan diri dan hati kita masing-masing. Dimana sebuah keputusan sulit untuk diambil karena hati dan pikiran pun sudah tak dapat tersinkron. Lo, gue, melewati segala kegundahan dengan sakit yang cukup menyiksa. Bahkan hingga sekarang. Tapi gue yakin, kita mampu melanjutkan amanah ini dengan baik, kita mampu mewujudkan cita-cita kita dan mereka dengan indah, dan gue yakin kita mampu menjalani segala rintangan dan cobaan di depan dengan cinta mereka terutama cintanya. Terimakasih yang tak hingga pula untuk lo, Pyan Putro Surya Amin Muchtar.

Lalu, apa lagi yang bisa ku ungkapkan semua ketika tangan ini sudah melemas dan sulit mengetik? Apa lagi yang bisa kukatakan ketika air mata ini terus menerut mengalir tanpa henti? Aku hanya bisa mengatakan bahwa…. Hatiku merindu.

Tuesday, January 7, 2014

Sesuatu itu...

Sesuatu itu... Sesuatu hal yang tidak dapat dilihat namun dapat dirasa.
Sesuatu hal yang tak pernah terlihat seperti apa wujudnya namun dapat dirasakan kehadirannya.
Sesuatu hal yang tak pernah dapat digenggam namun dapat mengisi seluruh relung hati dan pikiran.
Sesuatu hal yang tak pernah diketahui kapan datangnya namun sangat sakit kepergiannya.
Sesuatu hal yang tak pernah dapat dimengerti namun selalu ada untuk dipahami.

Dan sesuatu itu adalah sesuatu hal yang merupakan anugerah terindah yang diberikan oleh Allah untuk hamba-Nya agar dapat berjalan dengan penuh kasih dan sayang di muka bumi ini.
Sesuatu itu adalah...... Cinta.

Friday, January 3, 2014

Maafkan

Tubuh ini berjalan gontai menyusuri jalan. Jiwaku telah melayang entah kemana. Hati dan pikiranku telah lama meninggalkan tubuh yang menyedihkan ini. Tak ada lagi akal sehat yang menemani. Kini aku hanya sendiri, bersama tubuh yang hampa ini.

Sepi sekali jalan ini, hanya ada aku dan tumpukkan dedaunan yang gugur berserakan. Air mataku tak henti-hentinya bergulir membasahi pipi. Isakkanku seakan mengisi kesunyian jalan ini. Yaa Tuhan, apa yang telah aku lakukan? Inikah karma bagiku yang telah mengabaikan segala nikmat-Mu?

Kau hadirkan cinta di dalam hatiku. Kau hadirkan pula kekasih yang tepat untuk kucintai. Kau berikan aku hatinya yang nyaman untuk ku singgahi, pundaknya yang menenangkan, senyumannya yang menyejukkan, pelukannya yang menghangatkan, jiwanya yang memberiku rasa aman, ucapannya yang memberikan kedamaian, belaiannya yang penuh kasih sayang dan juga kesungguhan hatinya yang meyakinkan.

Lalu aku? Aku…  Aku….. Ah, maafkan aku yang tidak sempurna. Mungkin cinta ini sempurna hanya untukmu, tetapi perilaku masih jauh dari sempurna.
Maafkan diriku yang hina ini karena telah mengecewakanmu. Aku telah melumpuhkan segala pengharapan kita di masa depan. Maafkan aku yang membuatmu geram karena ulahku. Maafkan aku.

Entah apa yang harus ku lakukan untuk mengubah ini semua. Aku hanya punya cinta yang memang selalu ada untukmu. Aku hanya punya cinta yang tulus untukmu. Cinta yang tidak menuntut apapun darimu. Cinta yang (semoga) dapat selalu setia menemani hari-harimu.

Kasih, Masih adakah ruang untukku di hatimu? Masih adakah maaf dan pengharapan bagiku?


- Kirana -

Wednesday, January 1, 2014

Welcome 2014!

Kaki ini kaku memaksaku untuk berdiam berdiri di ruangan ini. Gelap, dingin dan sunyi. Hanya aku sendiri di ruangan ini, ku rasa. Tak ada suara apapun yang terdengar selain suara nafasku yang keluar-masuk berdenyit kecil. Ku putar kepalaku mencari-cari. Entah apa yang aku cari, ku hanya mengikuti hati yang terus mengarahkan. Perlahan, ku langkahkan kakiku untuk mengitari ruangan itu. Benar saja, hanya ada aku di ruangan itu. Sengaja ku hentakkan sepataku ke lantai berubin elok itu, berbunyi cukup keras sekali, tetapi tidak ada yang protes. Aku berjalan terus mencari-cari apa yang hatiku cari. Hingga aku melihat sebuah pintu yang memilki ruangan yang terang di dalamnya. Tentu saja aku tau dari cahaya yang bersinar dari sela-sela bawah pintu.

Aku mendekati pintu itu perlahan-lahan. Semakin dekat, detak jantungku semakin tak karuan. Rasanya, aku tak sanggup untuk semakin mendekati pintu tersebut, tapi hati ini terus memaksa untuk memasuki ruangan tersebut. Ku raih gagang pintunya. Seketika badanku bereaksi mengeluarkan keringat dingin saat ku genggam gagang pintunya. Jantungku semakin cepat detaknya saat ku putar gagang pintunya. Denyit bunyi pintu terdengar cukup keras saat aku buka pintu itu. Saat pintu itu sempurna terbuka, aku melihat sesuatu yang amat bercahaya di dalamnya. Haaah apa itu…?

Cermin. Aku melihat cermin sangat besar menjulang tinggi. Cermin itu hampir memenuhi ruangan kecil itu. Dari cermin tersebut keluar cahaya yang sangat terang, taka da lampu atau penerangan lain di sana. Cermin tersebut terlihat sangatlah anggun dengan design ukiran seperti di furniture pada film-film jaman Belanda. Cantik sekali. Perlahan aku beranikan diriku memasuki ruangan itu. Aku duduk tepat di depan cermin tersebut. Cahaya yang dikeluarkan pun berangsur-angsur memudar dan berganti menjadi sebuah gambaran diriku di cermin tersebut.

Tapi tunggu…. Aku kan duduk, di cermin tersebut aku berdiri. Iya berdiri dengan gaun berwarna biru cantik sekali. Aku tersenyum sangat lebar dan terlihat sangat bahagia. Lama aku menatapnya diriku sendiri di cermin tersebut. Aku di cermin tak henti-henti melambaikan tangan. Ketika ku balas lambaian tangan tersebut, aku di cermin itu perlahan menghilang bersamaan dengan padamnya cahaya dari cermin tersebut.

Kini, cermin tersebut layaknya memutarkan sebuah video yang bergantian muncul gambar-gambarku dengan tema-tema yang berbeda. Aku melihat aku jalan bergandengan tangan dengan seorang pria. Aku tidak tau persis siapa pria itu, muka berbayang. Tapi dari posturnya, tampaknya aku tau itu siapa. Kita tampak senang sekali berjalan-jalan di sebuah trotoar yang sepi. Hanya ada kita berdua. Namun tiba-tiba, kita pun saling melepaskan genggaman tangan kita dan pergi saling menjauh. Tak lama kemudian, tangkanku kembali digenggam. Tapi, bukan oleh orang yang sama. Beda, postur tubuhnya beda. Ia datang di saat aku mulai menikmati berjalan sendiri. Ia datang menawarkan genggamannya yang kuat dan hangat. Dia datang untuk melindungiku dan menghangatkanku. Hah! Tentu saja aku mengenali kisah itu.

Gambar pun berganti dengan aku berdiri di kerumunan banyak orang. Aku tampak sibuk sekali. Entah apa yang aku sibukkan, aku hanya tampak tak henti mengerjakan sesuatu dengan berbalut kesenangan. Setting kejadian itu pun dengan cepat silih berganti. Tempat yang beda, orang-orang yang beda, dan suasana yang berbeda. Tapi tetap, aku tampak sibuk dengan aktivitasku .

Gambar berganti menjadi aku di tengah hiruk pikuk keramaian yang saling bersorak satu sama lain. Entahlah, aku tidak tau dimana. Tapi di situ, aku merasa sangat terkucilkan. Aku diam tak berdaya, seperti seorang pengecut. Aku hanya melihat keramaian tanpa ikut serta. Entahlah aku dimana. Aku capek, aku pusing merasakan keramaian di luar ketika diri ini hampa. Aku pun paksakan diri untuk keluar dari keramaian menyakitkan tersebut dan berjalan sendirian.
Aku kini berada di ujung sebuah jalan buntu. Tak ada jalan keluar kecuali aku berbalik arah. Tapi ah rasanya tidak mungkin aku berbalik arah. Aku tak mau kembali ke keramaian tersebut. Tapii bagaimana aku keluar? Ini hanya tembok di ujung sebuah gang. Aku lemas, aku terlihat sangat lelah. Aku tidak tau harus kemana.

Perlahan cahaya kembali bersinar dari cermin seiring dengan menghilangnya gambar-gambar diriku. Cahaya tersebut kembali menyinari seisi ruangan. Tapi herannya, tidak menyilaukan. Aku masih duduk di ruangan itu, mencoba mencari tau apa maksud dari semua gambar yang tersaji baru saja. Seketika terlintas di otakku, masa-masa indah selama setahun ini. Iya, berawal dari bulan Januari. Ketika aku merasakan liburan semester pertamaku, melihat IP pertamaku yang Alhamdulillah tidak buruk. Kemudian aku melihat kembali ketika aku sibuk di beberapa event yang menjadikan aku panitianya. Aku juga melihat kebahagiaan aku saat aku bergurau dengan teman-temanku. Aku melihat kebahagiaanku ketika aku bersama ayah dan bundaku jalan-jalan bersama. Memenangi beberapa lomba juga terasa sangatlah menyenangkan. Terlebih, akhir-akhir ini, ada seseorang yang sedang mengisi hatiku dan memenuhi hari-hariku, melengkapi dengan kebahagian cinta. Aah rasanya hidup itu sangat damai.

Tapi, pikiranku seketika berubah menjadi gelap dan berisi semua kesedihan dan kekalutan pikiranku selama setahun kemarin. Ketika aku memutuskan suatu hubungan yang telah lama dibangun bersama dengan seseorang. Ketika aku sedih melihat IP-ku turun. Ketika aku menangis karena beberapa hal. Ketika aku gagal meraih sesuatu yang aku harapkan. Terlintas pula segala dosa yang aku perbuat selama setahun kemarin. Yaa Allah diri ini merasa hina dengan segala kerendahan diri ini. Seketika diri ini semakin merasakan dinginnya ruangan itu. Sangat dingin dan menusuk. Memakai baju dengan cardigan tersebut berasa tidak berguna. Sangatlah dingin sampai-sampai aku tak sanggup lagi. bibirku membiru, tanganku memucat. Aku………….. aku tak sanggup.

Aku terbagun dalam posisi duduk dan menangis. Aah tadi itu hanya mimpi ternyata, syukurlah… Tunggu, kenapa aku terbangun dengan memegang sebuah kertas kosong dan pena? Hmm apakah aku tertidur saat ingin mengerjakan tugas semalam? Aku pun meraih handphoneku untuk melihat waktu. Ah 1 Januari 2014!

Rupanya aku melewatkan hingar binger perayaan tahun baru semalam. Huft sungguh menyesal aku tak turut meramaikan malam dengan terompetku. Tampaknya kembang apiku juga masih utuh tak berabu sedikitpun. Huu sungguh rasanya ingin menyesal diri ini, tetapi hatiku tampaknya sangat lega. Ahya mimpiku tadi hmm tampaknya Allah menginginkan aku melewati pergantian tahun dengan melihat refleksi diri tanpa bersama keramaian. Dan kertas putih ini… Bagaikan replika perwujudan tahun 2014 yang baru saja ku jalani separuh hari. Aku harus menorehkan tinta di kertas putih ini dengan hal-hal yang baik. Tahun 2014 pun begitu, harus diisi dengan hal-hal bermanfaat dan mengurangi tindakan-tindakan yang kurang gunanya. Karena umur semakin berkurang sedangkan waktu tak pernah berhenti berputar menuntut kita melakukan hal-hal yang baik.

Selamat tahun baru 2014! J


Mari menebarkan manfaat di tahun ini J