Tuesday, January 7, 2014

Sesuatu itu...

Sesuatu itu... Sesuatu hal yang tidak dapat dilihat namun dapat dirasa.
Sesuatu hal yang tak pernah terlihat seperti apa wujudnya namun dapat dirasakan kehadirannya.
Sesuatu hal yang tak pernah dapat digenggam namun dapat mengisi seluruh relung hati dan pikiran.
Sesuatu hal yang tak pernah diketahui kapan datangnya namun sangat sakit kepergiannya.
Sesuatu hal yang tak pernah dapat dimengerti namun selalu ada untuk dipahami.

Dan sesuatu itu adalah sesuatu hal yang merupakan anugerah terindah yang diberikan oleh Allah untuk hamba-Nya agar dapat berjalan dengan penuh kasih dan sayang di muka bumi ini.
Sesuatu itu adalah...... Cinta.

Friday, January 3, 2014

Maafkan

Tubuh ini berjalan gontai menyusuri jalan. Jiwaku telah melayang entah kemana. Hati dan pikiranku telah lama meninggalkan tubuh yang menyedihkan ini. Tak ada lagi akal sehat yang menemani. Kini aku hanya sendiri, bersama tubuh yang hampa ini.

Sepi sekali jalan ini, hanya ada aku dan tumpukkan dedaunan yang gugur berserakan. Air mataku tak henti-hentinya bergulir membasahi pipi. Isakkanku seakan mengisi kesunyian jalan ini. Yaa Tuhan, apa yang telah aku lakukan? Inikah karma bagiku yang telah mengabaikan segala nikmat-Mu?

Kau hadirkan cinta di dalam hatiku. Kau hadirkan pula kekasih yang tepat untuk kucintai. Kau berikan aku hatinya yang nyaman untuk ku singgahi, pundaknya yang menenangkan, senyumannya yang menyejukkan, pelukannya yang menghangatkan, jiwanya yang memberiku rasa aman, ucapannya yang memberikan kedamaian, belaiannya yang penuh kasih sayang dan juga kesungguhan hatinya yang meyakinkan.

Lalu aku? Aku…  Aku….. Ah, maafkan aku yang tidak sempurna. Mungkin cinta ini sempurna hanya untukmu, tetapi perilaku masih jauh dari sempurna.
Maafkan diriku yang hina ini karena telah mengecewakanmu. Aku telah melumpuhkan segala pengharapan kita di masa depan. Maafkan aku yang membuatmu geram karena ulahku. Maafkan aku.

Entah apa yang harus ku lakukan untuk mengubah ini semua. Aku hanya punya cinta yang memang selalu ada untukmu. Aku hanya punya cinta yang tulus untukmu. Cinta yang tidak menuntut apapun darimu. Cinta yang (semoga) dapat selalu setia menemani hari-harimu.

Kasih, Masih adakah ruang untukku di hatimu? Masih adakah maaf dan pengharapan bagiku?


- Kirana -

Wednesday, January 1, 2014

Welcome 2014!

Kaki ini kaku memaksaku untuk berdiam berdiri di ruangan ini. Gelap, dingin dan sunyi. Hanya aku sendiri di ruangan ini, ku rasa. Tak ada suara apapun yang terdengar selain suara nafasku yang keluar-masuk berdenyit kecil. Ku putar kepalaku mencari-cari. Entah apa yang aku cari, ku hanya mengikuti hati yang terus mengarahkan. Perlahan, ku langkahkan kakiku untuk mengitari ruangan itu. Benar saja, hanya ada aku di ruangan itu. Sengaja ku hentakkan sepataku ke lantai berubin elok itu, berbunyi cukup keras sekali, tetapi tidak ada yang protes. Aku berjalan terus mencari-cari apa yang hatiku cari. Hingga aku melihat sebuah pintu yang memilki ruangan yang terang di dalamnya. Tentu saja aku tau dari cahaya yang bersinar dari sela-sela bawah pintu.

Aku mendekati pintu itu perlahan-lahan. Semakin dekat, detak jantungku semakin tak karuan. Rasanya, aku tak sanggup untuk semakin mendekati pintu tersebut, tapi hati ini terus memaksa untuk memasuki ruangan tersebut. Ku raih gagang pintunya. Seketika badanku bereaksi mengeluarkan keringat dingin saat ku genggam gagang pintunya. Jantungku semakin cepat detaknya saat ku putar gagang pintunya. Denyit bunyi pintu terdengar cukup keras saat aku buka pintu itu. Saat pintu itu sempurna terbuka, aku melihat sesuatu yang amat bercahaya di dalamnya. Haaah apa itu…?

Cermin. Aku melihat cermin sangat besar menjulang tinggi. Cermin itu hampir memenuhi ruangan kecil itu. Dari cermin tersebut keluar cahaya yang sangat terang, taka da lampu atau penerangan lain di sana. Cermin tersebut terlihat sangatlah anggun dengan design ukiran seperti di furniture pada film-film jaman Belanda. Cantik sekali. Perlahan aku beranikan diriku memasuki ruangan itu. Aku duduk tepat di depan cermin tersebut. Cahaya yang dikeluarkan pun berangsur-angsur memudar dan berganti menjadi sebuah gambaran diriku di cermin tersebut.

Tapi tunggu…. Aku kan duduk, di cermin tersebut aku berdiri. Iya berdiri dengan gaun berwarna biru cantik sekali. Aku tersenyum sangat lebar dan terlihat sangat bahagia. Lama aku menatapnya diriku sendiri di cermin tersebut. Aku di cermin tak henti-henti melambaikan tangan. Ketika ku balas lambaian tangan tersebut, aku di cermin itu perlahan menghilang bersamaan dengan padamnya cahaya dari cermin tersebut.

Kini, cermin tersebut layaknya memutarkan sebuah video yang bergantian muncul gambar-gambarku dengan tema-tema yang berbeda. Aku melihat aku jalan bergandengan tangan dengan seorang pria. Aku tidak tau persis siapa pria itu, muka berbayang. Tapi dari posturnya, tampaknya aku tau itu siapa. Kita tampak senang sekali berjalan-jalan di sebuah trotoar yang sepi. Hanya ada kita berdua. Namun tiba-tiba, kita pun saling melepaskan genggaman tangan kita dan pergi saling menjauh. Tak lama kemudian, tangkanku kembali digenggam. Tapi, bukan oleh orang yang sama. Beda, postur tubuhnya beda. Ia datang di saat aku mulai menikmati berjalan sendiri. Ia datang menawarkan genggamannya yang kuat dan hangat. Dia datang untuk melindungiku dan menghangatkanku. Hah! Tentu saja aku mengenali kisah itu.

Gambar pun berganti dengan aku berdiri di kerumunan banyak orang. Aku tampak sibuk sekali. Entah apa yang aku sibukkan, aku hanya tampak tak henti mengerjakan sesuatu dengan berbalut kesenangan. Setting kejadian itu pun dengan cepat silih berganti. Tempat yang beda, orang-orang yang beda, dan suasana yang berbeda. Tapi tetap, aku tampak sibuk dengan aktivitasku .

Gambar berganti menjadi aku di tengah hiruk pikuk keramaian yang saling bersorak satu sama lain. Entahlah, aku tidak tau dimana. Tapi di situ, aku merasa sangat terkucilkan. Aku diam tak berdaya, seperti seorang pengecut. Aku hanya melihat keramaian tanpa ikut serta. Entahlah aku dimana. Aku capek, aku pusing merasakan keramaian di luar ketika diri ini hampa. Aku pun paksakan diri untuk keluar dari keramaian menyakitkan tersebut dan berjalan sendirian.
Aku kini berada di ujung sebuah jalan buntu. Tak ada jalan keluar kecuali aku berbalik arah. Tapi ah rasanya tidak mungkin aku berbalik arah. Aku tak mau kembali ke keramaian tersebut. Tapii bagaimana aku keluar? Ini hanya tembok di ujung sebuah gang. Aku lemas, aku terlihat sangat lelah. Aku tidak tau harus kemana.

Perlahan cahaya kembali bersinar dari cermin seiring dengan menghilangnya gambar-gambar diriku. Cahaya tersebut kembali menyinari seisi ruangan. Tapi herannya, tidak menyilaukan. Aku masih duduk di ruangan itu, mencoba mencari tau apa maksud dari semua gambar yang tersaji baru saja. Seketika terlintas di otakku, masa-masa indah selama setahun ini. Iya, berawal dari bulan Januari. Ketika aku merasakan liburan semester pertamaku, melihat IP pertamaku yang Alhamdulillah tidak buruk. Kemudian aku melihat kembali ketika aku sibuk di beberapa event yang menjadikan aku panitianya. Aku juga melihat kebahagiaan aku saat aku bergurau dengan teman-temanku. Aku melihat kebahagiaanku ketika aku bersama ayah dan bundaku jalan-jalan bersama. Memenangi beberapa lomba juga terasa sangatlah menyenangkan. Terlebih, akhir-akhir ini, ada seseorang yang sedang mengisi hatiku dan memenuhi hari-hariku, melengkapi dengan kebahagian cinta. Aah rasanya hidup itu sangat damai.

Tapi, pikiranku seketika berubah menjadi gelap dan berisi semua kesedihan dan kekalutan pikiranku selama setahun kemarin. Ketika aku memutuskan suatu hubungan yang telah lama dibangun bersama dengan seseorang. Ketika aku sedih melihat IP-ku turun. Ketika aku menangis karena beberapa hal. Ketika aku gagal meraih sesuatu yang aku harapkan. Terlintas pula segala dosa yang aku perbuat selama setahun kemarin. Yaa Allah diri ini merasa hina dengan segala kerendahan diri ini. Seketika diri ini semakin merasakan dinginnya ruangan itu. Sangat dingin dan menusuk. Memakai baju dengan cardigan tersebut berasa tidak berguna. Sangatlah dingin sampai-sampai aku tak sanggup lagi. bibirku membiru, tanganku memucat. Aku………….. aku tak sanggup.

Aku terbagun dalam posisi duduk dan menangis. Aah tadi itu hanya mimpi ternyata, syukurlah… Tunggu, kenapa aku terbangun dengan memegang sebuah kertas kosong dan pena? Hmm apakah aku tertidur saat ingin mengerjakan tugas semalam? Aku pun meraih handphoneku untuk melihat waktu. Ah 1 Januari 2014!

Rupanya aku melewatkan hingar binger perayaan tahun baru semalam. Huft sungguh menyesal aku tak turut meramaikan malam dengan terompetku. Tampaknya kembang apiku juga masih utuh tak berabu sedikitpun. Huu sungguh rasanya ingin menyesal diri ini, tetapi hatiku tampaknya sangat lega. Ahya mimpiku tadi hmm tampaknya Allah menginginkan aku melewati pergantian tahun dengan melihat refleksi diri tanpa bersama keramaian. Dan kertas putih ini… Bagaikan replika perwujudan tahun 2014 yang baru saja ku jalani separuh hari. Aku harus menorehkan tinta di kertas putih ini dengan hal-hal yang baik. Tahun 2014 pun begitu, harus diisi dengan hal-hal bermanfaat dan mengurangi tindakan-tindakan yang kurang gunanya. Karena umur semakin berkurang sedangkan waktu tak pernah berhenti berputar menuntut kita melakukan hal-hal yang baik.

Selamat tahun baru 2014! J


Mari menebarkan manfaat di tahun ini J