Saturday, July 20, 2013

Suatu Ketika (2)

Sore itu guratan wajah Kirana masih tak berbeda dengan beberapa hari lalu. Mukanya yang selalu dibalut senyum tetap tidak bisa menyembunyikan kekusutan pikirannya. Tumpukan kertas di mejanya hanya baru menyusut beberapa sentimeter saja. Matanya sudah cukup lelah karena setiap saat setiap waktu terus-terusan melihat laptop. Entah sudah berapa kali ia membunyikan jari-jari tangannya. Jarum panjang dan jarum pendek jam di dinding tepat menunjukkan pukul 3 sore. Kirana yang menyadarinya segera membereskan segala kerjaannya di meja dengan buru-buru.

"Mati gue... Jangan sampai telat. Haduh haduh" Kalimat-kalimat tersebut tak henti-hentinya diucapkan Kirana. Ya, sore itu, jam setengah empat sore ia ada janji dengan kliennya di salah satu kafe ternama. Kafe itu memang tak jauh dari kantornya, hanya berjarak beberapa meter saja. Tapi ia tentu saja tidak bisa membiarkan ruang kerjanya yang begitu berantakannya.

3.20 p.m
Kirana jalan tergesa-gesa. Ketukan hak tinggi sepatunya mengiringi langkahnya yang kini tak lagi anggun. Kirana tak peduli. Di lift, Kirana sibuk membereskan rambutnya dengan memperdayakan kaca di dinding liftnya. Ia sangat bersyukur di lift itu hanya ada dirinya. "Ada waktu selama 18 lantai untuk dandan", ucapnya dalam hati. Ia juga sibuk menyemprotkan minyak wangi ke badannya yang sudah mulai merasa kegerahan setelah beres-beres ruang kerjanya tadi.

3.35 p.m
Kirana masuk ke kafe dengan langkah besar-besar. "Mati gue, telat". Rapat kali ini cukup genting karena kliennya tersebut berencana untuk melakukan kerjasama lainnya dengan  Kirana. Perusahaan tersebut sangat puas dengan hasil kerja Kirana dan teman-temannya. Tapi dengan telat seperti ini, branding yang sudah capek-capek dibangun bisa rusak. Sebelum mendatangi meja tempat kliennya berkumpul, Kirana berhenti sesaat untuk merapikan kemeja, rok, dan rambutnya. Ia harus tampak sempurna hari itu.

"Maaf pak saya, terlambat" Kirana pun datang dengan anggunnya dan menyampaikan maafnya dengan senyum simpul yang menganggunkan

"Yaa Kirana tak apa, santai saja kamu seperti sama orang lain saja sama kami. Yasudah silahkan duduk" Salah satu kliennya pun menenangkan Kirana dan menyuruhnya duduk.

Rapat itu berlangsung tidak terlalu lama. Penjelasan Kirana yang singkat namun sangat padat membuat klien mudah mengerti dengan maksud Kirana. Namun, kira-kira 30 menit sebelum rapat berakhir, perasaan Kirana tak tenang. Sekelibat ia melihat rombongan Perusahaan Mentari masuk ke dalam kafe tersebut. Rombongan itu sama seperti rombongan yang waktu itu dirinya dan Dyah rapat di hotel beberapa hari lalu. Ada satu perasaan yang membuncah di hatinya. "Kalau rombongan itu sama, apakah ada Adrian?" Ia pun terus menanyakan hal itu ke dalam hatinya. Rombongan Perusahaan Mentari masuk kedalam sebuah ruang kaca, meeting room yang dekat dengan toilet di pojok sana. Kirana penasaran, ia pun memohon izin ke audience rapat untuk pergi ke toilet. Ketika melewati meeting room 2, Kirana tak henti melirik ke dalamnya. Mencari-cari sesosok pria yang ia selalu rindukan selama ini. Dua kali ia melewati ruangan itu, ia tak menemukan sosok Adrian.

"Adrian kok nggak ada? Itu sama persis kok rombongannya sama kayak kemarin Tapi kenapa Adrian nggak ada? Adrian kemana? Ya Tuhan, diri ini kangen banget sama Adrian. Tapi masa iya sih gue beneran kangen sama Adrian? Gue kangen sama Adrian atau gue hanya kangen mengobrol dengan dia? Yaa ampuuun, gue kangen. Gue kangen"

No comments:

Post a Comment