Ketika anganmu perlahan menjauhimu, melayang terus terbang ke belakang tanpa memperdulikanmu, apa yang akan kamu lakukan?
Memantapkan hati untuk terus melangkah ke depan dan bersiap merajut asa lainnya?
Atau
Membalikkan badan dan mencoba meraihnya kembali?
Atau bahkan
Hanya berdiam diri, meratapi angan yang terus menjauhimu dan mencoba berjalan dengan hati gundah?
12:01 AM
October 14th, 2013
D-2 Midterm Week
Seperti biasa, setiap kali mau UTS/UAS, setiap kali dihadapkan dengan hal-hal yang bikin lelah dan stress, hati ini kembali meragukan langkah yang tengah kujalani sekarang. Saat seperti ini, selalu menjadi titik poin dimana diri ini sangat tidak berdaya menghadapi ilusi-ilusi angan yang telah berlalu. Hanya bisa terus meratapinya dan diam berdiri melihat semua janji asa di masa depan.
Kalau ku ingin, aku bisa aja melupakan semua dan melajutkan langkah ini. Toh, semua kejadian ini adalah pilihanku sendiri. Tidak ada yang bisa disalahkan. Salahku, murni. Lalu, kenapa aku terus menangisinya? Karena aku tak sanggup mengulang waktu dan mengubah segala pilihanku di masa lalu. Karena aku tak sanggup melupakan semua impian yang telah ku bangun sejak dulu yang kemudian dihancurkan oleh diriku sendiri. Lalu kenapa tak mencoba membangun mimpi baru dengan tempatku berdiri sekarang? Kembali lagi, aku tak cukup berdaya untuk melupakan seluruh anganku dahulu.
Lalu, pertanyaan besarnya kini...
Apa yang harus aku lakukan selanjutnya?
Monday, October 14, 2013
Sunday, October 6, 2013
imy
Q: What's the worst feeling you've ever have?
A: Missing someone that you love but you cannot do anything.
Ketika rindu menyapa, adakah yang bisa menolaknya? Datang begitu tiba-tiba ketika diri ini begitu lemah. Tersudut diam dan tersadar bahwa diri ini memang membutuhkannya.
Ketika rindu menyapa, pada siapa ku harus katakan? Pada orangnya langsung? Diri ini terlalu bingung untuk merangkai kata. Memendam rasa dalam hati, membiarkan diri terus terperangkap angan, dan mengeluh dalam diam.
Ketika rindu menyapa, terus menyeruak dalam hati dan membuncah dalam bisunya bibir ini. Dalam heningnya malam, dan disaksikan dinginnya angin yang berhembus, ku berdoa. Yaa Allah, tolong hilangkan rasa ini, setidaknya kuranginlah, hingga esok pagi, ketika fajar menjemput, dan membawanya kembali padaku.
A: Missing someone that you love but you cannot do anything.
Ketika rindu menyapa, adakah yang bisa menolaknya? Datang begitu tiba-tiba ketika diri ini begitu lemah. Tersudut diam dan tersadar bahwa diri ini memang membutuhkannya.
Ketika rindu menyapa, pada siapa ku harus katakan? Pada orangnya langsung? Diri ini terlalu bingung untuk merangkai kata. Memendam rasa dalam hati, membiarkan diri terus terperangkap angan, dan mengeluh dalam diam.
Ketika rindu menyapa, terus menyeruak dalam hati dan membuncah dalam bisunya bibir ini. Dalam heningnya malam, dan disaksikan dinginnya angin yang berhembus, ku berdoa. Yaa Allah, tolong hilangkan rasa ini, setidaknya kuranginlah, hingga esok pagi, ketika fajar menjemput, dan membawanya kembali padaku.
Friday, October 4, 2013
KiranAgis
"Halo Kirana sudah lama tak bertemu!!"
Selama itu gue ga cerita mengenai Kirana serta likaliku kehidupannya. Hmm, baru kepikiran ingin ketemuan sama Kirana lagi eh benar aja langsung ketemu sama Kirana. Sudah terlalu lama ga cerita panjang lebar dengannya dalam hening.
Kabarnya baik. Kirana saat ini sangat baik kabarnya. Tapi ketika ku tanyakan kembali mengenai keberlanjutan kehidupannya, ia hanya tersenyum. Hmm baru kali ini gue ngeliat senyuman yang segitu ga bisa diartikannya dari Kirana. Dia cuma bilang, 'Jangan pikirin gue dulu Gis. Lo sendiri gimana?'. Hanya satu yang bisa gue artikan dari kalimat itu, dia gamau ngebahas masalahnya. Entah ada apa dan mengapa, gue cuma bisa memakluminya dan mulai cerita ke dia gimana gue saat ini.
Selama gue cerita panjang lebar, terlalu banyak ekspresi Kirana yang berubah-ubah dan sumpah, gue gabisa mengartikannya. Selama gue cerita, ga ada satupun kata yang terlontar dari mulutnya. Hingga akhirnya gue capek dan bertanya 'Ran, gue udah selesai cerita. Sekarang terserah lo deh, mau nanggepin apa enggak'
Kirana pun langsung panjang lebar nanggepin cerita gue
"Gis, dari awal, dari awal gue kenal lo. Gue udah ngerti banget sikap dan sifat lo Gis. Entahlah, kalo gue jadi orang awam, gue bakal ngatain lo bego. Lo orang sebegobegonya bego. Yaa kayak yang lu rasakan ketika orang lain meragukan lo. Tapi untungnya gue bukan orang awam dan bukan orang yang baru kenal lo sebulan dua bulan. Gue tau lo emang ga enakan, gue tau lo terlalu baik dan selalu gabisa marah dan selalu ngasih orang lain kesempatan. Tapi untuk kali ini doang gue gabisa berkata apa-apa Gis. Lo terlalu baik. Terlalu baik. Lo tau kan hal yang berlebihan itu ga baik? Tapi kebaikan lo masih belum berlebihan sih, tapi udah keterlaluan. Gue salut Gis, gue ga ngerti lagi. Gue cuma bisa lo bakal selalu diberikan yang terbaik sama Allah. Gue ngerti kok, gue ngerti setiap keputusan yang lo ambil itu udah semuanya lo pikirin mateng-mateng, udah lo ngertiin juga konsekuensinya. Gue paham Gis. Gue sayang lo Gis! Gue cuma gamau liat lo kecewa. Gue udah terlalu sering ngeliat lo kecewa kemarin-kemarin."
Sepanjang ocehan Kirana itupun gue hanya bisa memejamkan mata, mendengarkannya setiap katanya dalam hening, memikirkannya dalam-dalam, dan mengamini setiap doanya.
Yaa Allah, doaku ini memang singkat tapi memang ini sangat muluk sekali. Aku hanya ingin yang terbaik dari-Mu, eventhough itu bukan yang terbaik untukku, sadarkanlah aku bahwa memang itu yang terbaik. Jangan biarkan aku terjebak dalam ilusi-ilusi keinginan ego semata.
Selama itu gue ga cerita mengenai Kirana serta likaliku kehidupannya. Hmm, baru kepikiran ingin ketemuan sama Kirana lagi eh benar aja langsung ketemu sama Kirana. Sudah terlalu lama ga cerita panjang lebar dengannya dalam hening.
Kabarnya baik. Kirana saat ini sangat baik kabarnya. Tapi ketika ku tanyakan kembali mengenai keberlanjutan kehidupannya, ia hanya tersenyum. Hmm baru kali ini gue ngeliat senyuman yang segitu ga bisa diartikannya dari Kirana. Dia cuma bilang, 'Jangan pikirin gue dulu Gis. Lo sendiri gimana?'. Hanya satu yang bisa gue artikan dari kalimat itu, dia gamau ngebahas masalahnya. Entah ada apa dan mengapa, gue cuma bisa memakluminya dan mulai cerita ke dia gimana gue saat ini.
Selama gue cerita panjang lebar, terlalu banyak ekspresi Kirana yang berubah-ubah dan sumpah, gue gabisa mengartikannya. Selama gue cerita, ga ada satupun kata yang terlontar dari mulutnya. Hingga akhirnya gue capek dan bertanya 'Ran, gue udah selesai cerita. Sekarang terserah lo deh, mau nanggepin apa enggak'
Kirana pun langsung panjang lebar nanggepin cerita gue
"Gis, dari awal, dari awal gue kenal lo. Gue udah ngerti banget sikap dan sifat lo Gis. Entahlah, kalo gue jadi orang awam, gue bakal ngatain lo bego. Lo orang sebegobegonya bego. Yaa kayak yang lu rasakan ketika orang lain meragukan lo. Tapi untungnya gue bukan orang awam dan bukan orang yang baru kenal lo sebulan dua bulan. Gue tau lo emang ga enakan, gue tau lo terlalu baik dan selalu gabisa marah dan selalu ngasih orang lain kesempatan. Tapi untuk kali ini doang gue gabisa berkata apa-apa Gis. Lo terlalu baik. Terlalu baik. Lo tau kan hal yang berlebihan itu ga baik? Tapi kebaikan lo masih belum berlebihan sih, tapi udah keterlaluan. Gue salut Gis, gue ga ngerti lagi. Gue cuma bisa lo bakal selalu diberikan yang terbaik sama Allah. Gue ngerti kok, gue ngerti setiap keputusan yang lo ambil itu udah semuanya lo pikirin mateng-mateng, udah lo ngertiin juga konsekuensinya. Gue paham Gis. Gue sayang lo Gis! Gue cuma gamau liat lo kecewa. Gue udah terlalu sering ngeliat lo kecewa kemarin-kemarin."
Sepanjang ocehan Kirana itupun gue hanya bisa memejamkan mata, mendengarkannya setiap katanya dalam hening, memikirkannya dalam-dalam, dan mengamini setiap doanya.
Yaa Allah, doaku ini memang singkat tapi memang ini sangat muluk sekali. Aku hanya ingin yang terbaik dari-Mu, eventhough itu bukan yang terbaik untukku, sadarkanlah aku bahwa memang itu yang terbaik. Jangan biarkan aku terjebak dalam ilusi-ilusi keinginan ego semata.
Sunday, September 15, 2013
When God have His Own Decision.......
Ketika Tuhan telah berkata 'Iya' atas sebuah kejadian yang sebelumnya telah Ia rencanakan sebelumnya, kenapa kita harus berkata 'Tidak' atas keputusan-Nya?
Tapi ketika Tuhan berkata 'Tidak' atas sebuah kejadian yang sebelumnya telah kita rencanakan sebelumnya, kenapa kita tidak mencoba berdoa agar Tuhan berkata 'Iya' pada keputusan akhir-Nya?
Apa itu sebuah paksaan atas sebuah keputusan Tuhan agar mengikuti umat-Nya?
Bukankah umat yang harus mengikuti apa kata Tuhan di setiap langkah hidup-Nya?
Kalau begitu, apa guna Tuhan memberikan kita kesempatan untuk berdoa dan meminta kepada-Nya?
Walaupun pada akhirnya, kita harus tetap berserah diri kepada Tuhan atas segala keputusan-Nya karena memang hanya Tuhan-lah yang Maha Mengetahui yang mana yang terbaik untuk umat-Nya, sekalipun hal itu bukanlah yang terbaik menurut umat-Nya.
Tapi ketika Tuhan berkata 'Tidak' atas sebuah kejadian yang sebelumnya telah kita rencanakan sebelumnya, kenapa kita tidak mencoba berdoa agar Tuhan berkata 'Iya' pada keputusan akhir-Nya?
Apa itu sebuah paksaan atas sebuah keputusan Tuhan agar mengikuti umat-Nya?
Bukankah umat yang harus mengikuti apa kata Tuhan di setiap langkah hidup-Nya?
Kalau begitu, apa guna Tuhan memberikan kita kesempatan untuk berdoa dan meminta kepada-Nya?
Walaupun pada akhirnya, kita harus tetap berserah diri kepada Tuhan atas segala keputusan-Nya karena memang hanya Tuhan-lah yang Maha Mengetahui yang mana yang terbaik untuk umat-Nya, sekalipun hal itu bukanlah yang terbaik menurut umat-Nya.
Monday, August 19, 2013
Apakah Aku Egois?
"Yaa Tuhan, apakah aku egois?"
Diri ini sungguh lelah. Seharian mengurusi kerjaan yang belum juga usai namun waktu semakin dekat. Kalau hanya mengurusi kerjaan sih yaa nggak masalah, tapi urusan hati belum juga usai.
Mungkin aku harusnya malu kepada Tuhan. Diri ini sungguh tak tau diri. Perlahan, 'Maka nikmat Tuhan-Mu lagi yang manakah yang kau dustai' sudah mulai terlupakan. Hati ini sungguh tertunduk malu tak berkata apapun ketika tangan ini mulai mengetik kata demi kata. Hati ini sadar, selama ini, aku terlalu egois.
Satu per satu, nikmat datang silih berganti. Tuhanku sungguh Maha Pengatur, dan segala apa yang diatur oleh-Nya sungguh sangatlah rapih dan indah. Ia datangkan rizki itu tak bersamaan, karena Ia tau, mungkin hamba-Nya ini akan kufur nikmat. Ku syukuri setiap detik, setiap jengkal nikmat yang diberikan oleh-Nya kepadaku. Hingga akhirnya hati ini lupa untuk berseru syukur kepada-Nya, ketika saat hati ini mendapatkan giliran memperoleh nikmat.
Cinta. Itu juga termasuk nikmat dari-Mu kan yaa Tuhan? Tapi mengapa hal itu yang justeru membuatku lupa diri? 'Maka nikmat Tuhan-Mu lagi yang manakah yang kau dustai?' Kali ini, Tuhan tak memberiku hanya satu.. tapi tiga cinta datang beriringan. 'Maka nikmat Tuhan-Mu lagi yang manakah yang kau dustai?' Sungguh nikmat kan bukannya diri ini mendapat cinta yang segitu besarnya? Seharusnya ku manfaatkan nikmat ini untuk terus melafalkan kalimat-kalimat syukur kepada-Mu. Tapi apa yang justeru ku perbuat? Ku salah artikan seluruh nikmat-Mu.
"Yaa Tuhan, apakah aku egois?"
Yaa Tuhan, kali ini aku sadar, detik ini juga aku sadar. Tiga cinta yang hadir itu bukanlah sesuatu yang bisa kumiliki semuanya. Aku tau. Tapi, apakah tidak bisa, untuk sesaat, ku miliki tiga cinta itu meski mereka tak dapat memiliki diri ini? Apakah diri ini egois? Aku hanya takut. Aku takut tidak bisa memilih mana nikmat-Mu yang paling baik. Mana yang memang Kau kirimkan untukku. Aku khawatir aku salah. Ketakutan ini, kekhawatiran ini, apakah dapat dianggap sebagai dasar untuk menyebut diri ini tidak egois?
Tolong aku :(
Diri ini sungguh lelah. Seharian mengurusi kerjaan yang belum juga usai namun waktu semakin dekat. Kalau hanya mengurusi kerjaan sih yaa nggak masalah, tapi urusan hati belum juga usai.
Mungkin aku harusnya malu kepada Tuhan. Diri ini sungguh tak tau diri. Perlahan, 'Maka nikmat Tuhan-Mu lagi yang manakah yang kau dustai' sudah mulai terlupakan. Hati ini sungguh tertunduk malu tak berkata apapun ketika tangan ini mulai mengetik kata demi kata. Hati ini sadar, selama ini, aku terlalu egois.
Satu per satu, nikmat datang silih berganti. Tuhanku sungguh Maha Pengatur, dan segala apa yang diatur oleh-Nya sungguh sangatlah rapih dan indah. Ia datangkan rizki itu tak bersamaan, karena Ia tau, mungkin hamba-Nya ini akan kufur nikmat. Ku syukuri setiap detik, setiap jengkal nikmat yang diberikan oleh-Nya kepadaku. Hingga akhirnya hati ini lupa untuk berseru syukur kepada-Nya, ketika saat hati ini mendapatkan giliran memperoleh nikmat.
Cinta. Itu juga termasuk nikmat dari-Mu kan yaa Tuhan? Tapi mengapa hal itu yang justeru membuatku lupa diri? 'Maka nikmat Tuhan-Mu lagi yang manakah yang kau dustai?' Kali ini, Tuhan tak memberiku hanya satu.. tapi tiga cinta datang beriringan. 'Maka nikmat Tuhan-Mu lagi yang manakah yang kau dustai?' Sungguh nikmat kan bukannya diri ini mendapat cinta yang segitu besarnya? Seharusnya ku manfaatkan nikmat ini untuk terus melafalkan kalimat-kalimat syukur kepada-Mu. Tapi apa yang justeru ku perbuat? Ku salah artikan seluruh nikmat-Mu.
"Yaa Tuhan, apakah aku egois?"
Yaa Tuhan, kali ini aku sadar, detik ini juga aku sadar. Tiga cinta yang hadir itu bukanlah sesuatu yang bisa kumiliki semuanya. Aku tau. Tapi, apakah tidak bisa, untuk sesaat, ku miliki tiga cinta itu meski mereka tak dapat memiliki diri ini? Apakah diri ini egois? Aku hanya takut. Aku takut tidak bisa memilih mana nikmat-Mu yang paling baik. Mana yang memang Kau kirimkan untukku. Aku khawatir aku salah. Ketakutan ini, kekhawatiran ini, apakah dapat dianggap sebagai dasar untuk menyebut diri ini tidak egois?
Tolong aku :(
Subscribe to:
Posts (Atom)