Monday, July 14, 2014

A Thing You Don't Know

Hi there!
Hello the angel from my nightmare..

You know what...
My heart is longing for your presence
My eyes want to see your smile
My hand needs to feel your touch
My shoulder is looking for your warmth

I'm sorry I constantly want to talk to you.
I'm sorry if I force you to talk to me as much as I want even though you don't want to.
I'm sorry if I come off so annoying.
I'm sorry if I think of you too much and too often.

I'm sorry...

Where are you? I cannot sleep tonight, also cannot dream.
I've tried to close my eyes but I just saw your shadow in the middle of the darkness.
And when I opened my eyes, I just found myself was crying over you.

I'm sorry if I came off as being so clingy.
But its just me missing you.

Friday, June 27, 2014

Secangkir Kekecewaan

Secangkir kopi panas menemani diri ini sambil menunggu datangnya senja menggantikan siang. Aromanya yang semerbak sangat menggoda bak menari terbawa alunan angin yang lembut menyejukkan. Sedari tadi, kusibukkan diri membaca sebuah novel tua yang sebenarnya telah kubaca berkali-kali. Bukan berarti ku suka dengan ceritanya, hanya saja aku tidak tau lagi aku harus membaca apa untuk melupakan rasa yang tengah memenuhi hati. Rasa sakit akibat hati yang teriris oleh kekecewaan.

Kecewa? Ah, sudah bukan hal asing untukku. Ku yakin, kau juga pasti tak jarang merasakannya kan? Jujur, kalau kamu tanya apa sebenarnya arti kata kecewa itu, aku bingung menjawabnya. Yang aku tau, ketika suatu hal tidak berjalan sesuai dengan keinginan hati, aku langsung kecewa. Samakah persepsi kita tentang kecewa? Atau mungkin, ternyata sekarang kamu juga sedang merasakan kekecewaan juga?

Bicara tentang hati, bukan aku ahlinya dalam mengungkapkan isi hati.  Berlisan berperasa manis saja aku sulit apalagi untuk berucap kecewa. Seperti kopi yang kuminum sore hari ini, kental seperti pekatnya hati dengan rasa kecewa, tak terlalu pahit dan penuh ampas di bawahnya, seperti aku yang sulit berkata kecewa padamu namun penuh kalimat kegondokkan di dasar sanubari.

Baiklah...
Aku sadar tidak adil rasanya aku berharap kau tau isi hati ini tanpa aku mengatakannya. Tiada arti pula aku menuliskan kegundahanku di sini tanpa menyebutkan namamu. Tapi, masih bisakah aku berharap kau memahamiku? Bisa pulakah aku mengandalkanmu kembali sebagai tumpuanku? Atau... Masih bisakah kalimat "Kami membutuhkanmu" untuk menggetarkarkan hatimu?

Ah.... Tuhkan, aku kembali larut dalam pikiranku akan kamu dan kecewaku padamu.
Hah!
Secangkir minuman di depanku kini tak lagi berasa kopi, hanya ada kekecewaan membelenggu diri.
Ya, kini yang tertinggal hanya secangkir kekecewaan.

Thursday, June 19, 2014

Yes, I Know

All truths are easy to understand once they are discovered.

And I've found it so many.
One of them that an honest feelings will not fade away even when someone fall asleep.

Yea..
He is sleeping right now and his smile is my indubitable evidence.
Never get enough to look at him this way.
Never.

Friday, May 23, 2014

Aku Ada Karena Mereka

Gue kira gue adalah orang yang gabisa jatuh cinta kepada banyak orang dalam waktu yang bersamaan. Gue kira gue termasuk orang yang sulit untuk menjatuhkan hati. 

Ternyata gue salah…


Alasan dari segala alasan yang gue punya sekarang untuk tetap semangat berlayar bersama di lautan ilmiah ialah mereka. Tujuh orang tercinta yang tak pernah lelah menemani di tiap waktu. Pyan Gina Gigih Goldy Eas Firda Indah. Terimakasih telah hadir dan tak henti memberikan semangat yang mungkin kalian pun ga sadar udah selalu membuat gue berhenti mengeluh. Kenyamanan dari segala kenyamanan yang kini gue punya adalah kalian. Terimakasih untuk selalu sedia setiap saat untuk membantu gue di segala kepentingan dan kesempatan.

Gue sayang kalian.
Dan yaa sesimpel itu......... 
gue ada karena kalian ada.



Saturday, May 3, 2014

Malam

Malam, aku ingin cerita.
Suatu cerita yang menjadi salah satu cerita terburuk yang pernah ku alami.
Cerita tentang kebodohan diri dan gegabahnya otak dalam berpikir.

Malam itu, entah apa yang memenuhi pikiran dan seluruh tubuh ini. Aku hanya merasakan panas dan tak nyaman dengan diri ini. Dada terasa sangat sesak dan otakku terus memenuhiku dengan pikiran-pikiran buruk tak karuan. Hati ini pun tak kalah menyusahkan. Ia tak henti-hentinya berteriak terus membantah apa yang pikiranku katakan.

Buruk. Buruk sekali. Seperti kalanya mimpi berhantu di siang hari. Semua kataku, semua tingkah dan perilakuku semalam itu buruk tak ada manisnya sama sekali. Entah setan mana yang mengisi diriku. Akupun masih tak menyangka apabila kuingat kembali apa saja yang telah ku lakukan. Semua kata hina yang keluar dari mulutku, Semua maki yang terkata oleh lidahku. Semua prasangka yang terlintas di pikiranku. Semuanya seperti aib yang tak hentinya membayangiku. Tercela.

Kau tau, malam? Manusia memang diciptakan dengan akal pikiran untuk menimbang hal yang baik dan buruk. Tapi janganlah kau lupakan hati yang selalu merasa manakah yang baik dan buruk buat dirimu. Jangan seperti aku kemarin malam, yang hampir saja lupa bahwa aku masih memiliki hati yang masih setia mendenyutkan kedamaian di dalam diri, mengalirkan setiap hal positif ke setiap sudut dalam diri. Hampir saja. Untungnya, dia belum keburu mati saat itu.

Malam, apakah kamu pernah merasakan suatu rasa yang segitu dalamnya hingga kau tak tau lagi dari manakah asal rasa tersebut? Rasa itu, perasaan itu yang kemarin malam membuatku gusar tak karuan. Gelisah apabila ku mencoba menghilangkannya. Semakin ku mencoba menjauh, semakin risau pula diri ini. Entahlah, aku tak tau apa nama rasa ini. Tapi yang ku tau, rasa ini yang menyelamatkanku dari jurang dalam penuh penyesalan. Rasa ini yang kembali mengingatkanku akan memori-memori indah yang memberikan kedamaian dan kenyamanan. Rasa ini yang meredamkan segala celaku.

Aku malu, malam. Kini, aku malu terhadap diriku sendiri dan memori itu. Diri ini pun sekarang masih tak dapat bertingkah selayaknya aku yang biasa, hanya karena untuk menutupi rasa malu. Huh, sudah hina, bertambah hina lagi yaa diri ini dengan gengsiku. Tapi, aku sangat bersyukur. Rasa itu, rasa yang senantiasa hadir di dalam hatiku, telah (kembali) melindungiku dan menyadarkanku. Bahwa memang dialah yang terpenting, bukan egoku.